Keluarga Korban Gangguan Ginjal Akut: Anak Kami Meninggal karena Obat yang Diyakini Bisa Buat Sembuh
Keluarga korban gangguan ginjal akut mengungkapkan anak kesayangan harus berpulang ke pangkuan Tuhan karena obat yang diyakini bisa menyembuhkan.
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keluarga korban Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal pada anak (GGAPA) bernama Siti Suhadiyati mengungkapkan anak kesayangan harus berpulang ke pangkuan Tuhan Yang Maha Kuasa karena obat yang diyakini bisa menyembuhkan.
Adapun hal itu diungkapkan Siti pada acara diskusi publik perkembangan terkini tragedi obat beracun, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2023).
Mulanya Siti mengungkapkan sampai sejauh ini para korban GGAPA tidak pernah mendapatkan santunan.
Bahkan pemerintah untuk datang dan berbelasungkawa belum ada.
"Saya sangat berharap pemerintah lihat kami. Jangan selalu yang dibahas santun-santunan," kata Siti.
"Coba datang temui kamu lihat bagaimana kondisinya. Anak kami meninggal karena obat yang kami yakini bisa menyembuhkan. Yang kamu suapkan kepada anak kami ternyata itu racun yang bisa membuat anak kami meninggal," sambungnya.
"Coba lihat kami kalau punya hati nurani. Bagaimana kondisi anak-anak korban sekarang yang masih berjuang melawan sakitnya," ujar Siti.
Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut pada Anak yang Masih Dirawat Disebut Butuh Banyak Biaya
Kemudian Siti menyinggung Kemensos yang tidak punya anggaran untuk para korban GGAPA.
"Kemensos bilang tidak punya anggaran untuk kasus ini itu sangat menyakiti hati kami. Padahal yang kamu butuhkan itu rasa simpatik," kata Siti.
Siti mengungkapkan bahwa sampai saat ini semua korban GGAPA belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
"Yang kami dengar yang dipersoalkan soal anggaran. Saya belum dengar menteri-menteri datang ke rumah kami. Melihat kondisi anak yang masih berjuang saat ini," katanya.
Baca juga: Kuasa Hukum Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Sebut Mensos Belum Pernah Bertemu Korban
Siti melanjutkan jika pemerintah melihat kondisi para korban apakah masih bisa berbuat tega.
"Yang saya lihat kasus ini sangat lamban. Kalau kita lihat di kasus-kasus yang lain dari yang saya baca responnya cepat. Tetapi kenapa kasus ini lambat sampai saat ini tidak ada yang ke rumah kami untuk minta maaf," tegas Siti.
Siti mengungkapkan katanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tapi kenapa korban GGAPA merasa dikecilkan.
"Kenapa kamu merasa diasingkan. Kami merasa dibedakan padahal korbannya sudah ratusan anak-anak kami meninggal," kata Siti.
"Di mana kata-kata itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalau untuk anggaran yang lain saya lihat berita cepat, mudah langsung disalurkan. Apa nyawa di negara kita ini nyawa dianggap remeh," tutupnya.
Baca juga: Gugatan Class Action Korban Gagal Ginjal Akut Dikabulkan, Kuasa Hukum Korban: Hakim Objektif
Sebagai informasi, kasus gagal ginjal akut pertama kali dilaporkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Satu dari dua kasus ini diderita anak berusia 1 tahun, dengan gejala tidak bisa kencing dan didiagnosa gagal ginjal akut dan akhirnya meninggal dunia.
Sementara itu sekitar 25 keluarga pasien gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak telah mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) ke PN Jakarta Pusat. Dan gugatan itu telah diterima.
Gugatan tersebut terdaftar pada 22 November 2022, dengan nomor perkara 711/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Dalam gelar perkara tersebut, diketahui para keluarga korban menggugat sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan RI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.