Alasan MK Tolak Gugatan PKN: Tak Punya Legal Standing
(MK) resmi memutuskan tidak menerima gugatan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang melakukan uji materiil terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memutuskan tidak menerima gugatan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) yang melakukan uji materiil terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Sidang perkara nomor 16/PUU-XXI/2023 itu dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri total 9 hakim konstitusi.
Hakim konstitusi Wahidudin Adams mengatakan bahwa dalam ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 itu menyatakan bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik maupun gabungan parpol peserta pemilu.
Adalah parpol peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari junlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilihan Legislatif sebelumnya.
Wahidudin mengatakan hal itu bertujuan untuk mengatur jumlah minimum atau ambang batas minimum perolehan suara sebagai syarat yang berlaku bagi parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang telah mengikuti pemilu sebelumnya dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres.
“Dengan demikian oleh karena pemohon (PKN) adalah partai politik yang belum pernah mengikuti pemilihan umum pada pemilu sebelumnya dan baru menjadi parpol peserta yang akan mengikuti pemilu pada tahun 2024,” tuturnya.
Sedangkan, sambung dia, norma yang terkandung dalam Pasal 222 UU 7/2017 adalah diberlakukan terhadap parpol yang telah pernah mengikuti pemilu dan telah memperoleh dukungan suara tertentu.
“Maka menurut mahkamah batasan atau ketentuan dalam Pasal 222 UU 7/2017 tidak dapat dikabulkan bagi pemohon,” ucap Wahidudin.
Mahkamah beranggapan bahwa pasal tersebut menentukan persyaratan pengusulan pasangan capres-cawapres berdasarkan perolehan kursi di DPR atau suara sah nasional di pemilu sebelumnya tidak menghalangi hak konstitusional.
Adapun PKN sebagai parpol baru, kata Wahidudin, dapat mengusung capres-cawapres usai Pemilu 2024 dilaksanakan.
“Karena pemohon tetap dapat menggabungkan diri dengan parpol atau gabungan parpol lain yang telah memenuhi syarat ambang batas dalam pencalonan presiden dan calon wakil presiden,” tuturnya.
Untuk informasi, Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara Gede Pasek Suardika menggugat Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Ia menilai pasal soal ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden itu diskriminatif dan berharap agar pasal itu dinyatakan inkonstitusional.
Oleh karenanya, partai politik pendatang baru dalam pemilu bisa turut mencalonkan presiden-wakil presiden.
Dalam alasan permohonan nomor 16/PUU-XXI/2023 itu, Pasek mempersoalkan hilangnya hak konstitusional partai politik untuk mencalonkan presiden-wakil presiden karena kini pilpres dan pileg digelar bersamaan, tidak seperti dulu yang dihelat di tahun yang sama tetapi pileg digelar lebih dulu.
Baca juga: Terlambat Terima Keterangan Ahli, MK Tunda Sidang Lanjutan UU Pemilu Proporsional Terbuka
"Bahwa jika menggunakan cara pemilihan sebelumnya yang tidak serentak, maka akan terjadi kesetaraan dalam berdemokrasi. Pemilu legislatif terlebih dahulu dan hasil pemilu dari aspirasi rakyat itu kemudian dijadikan dasar bagi pengajuan calon presiden dan wakil presiden," kata Pasek dalam permohonannya, seperti dikutip Kompas.com.
"Dengan demikian seluruh partai politik peserta pemilu akan mendapatkan kesempatan dan hak konstitusional yang sama untuk mengusung calon presiden dan calon wakil presiden baik berdasarkan alokasi perolehan kursi ataupun alokasi suara sah," ujarnya lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.