Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pendapat Majelis Hakim PT DKI Jakarta soal Memori Banding Kubu Ferdy Sambo

Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso menegaskan bahwa istilah ultra petita tidak dikenal dalam hukum pidana.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pendapat Majelis Hakim PT DKI Jakarta soal Memori Banding Kubu Ferdy Sambo
AFP/Aditya Aji
Foto dok./ Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menanggapi memori banding dari tim kuasa hukum terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo.

Majelis hakim PT DKI Jakarta membantah memori banding kubu Ferdy Sambo itu yang menyebut kalau mantan Kadiv Propam Polri tersebut divonis melebihi tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) atau ultra petita.

Adapun ultra petita merupakan penjatuhan vonis yang diberikan majelis hakim melebihi tuntutan jaksa.

Baca juga: Ferdy Sambo Singgung Vonis Ringan Eliezer, Ini Alasan Hakim Banding Tidak Mengulasnya

Terkait hal itu, Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso menegaskan bahwa istilah ultra petita tidak dikenal dalam hukum pidana.

"Tentang hal ini majelis hakim tinggi berpendapat bahwa ultra petita tidak dikenal baik dalam hukum acara pidana maupun di hukum pidana," kata Hakim Singgih dalam sidang saat membacakan putusan banding Ferdy Sambo di ruang sidang PT DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Lebih lanjut kata Hakim Singgih, ultra petita itu hanya dikenal dalam hukum perdata yang diatur melalui hukum acara perdata.

Berita Rekomendasi

Bahkan kata dia, vonis majelis hakim yang melebihi tuntutan jaksa seperti kasus ini juga beberapa kali pernah terjadi yang kemudian menjadi yurisprudensi.

"Sistem hukum Indonesia tidak terpaku pada civil law atau Undang-Undang jadi sumber hukum tetapi juga bermuara pada common law yang dasarkan pada yurisprudensi," ucapnya.

Atas hal itu, PT DKI Jakarta menyimpulkan bahwa putusan pidana mati yang dijatuhkan hakim PN Jakarta Selatan sah-sah saja.

"Dengan demikian secara mutatis mutandis ultrapetita dibenarkan dalam lapangan hukum pidana," tukas dia.

Ferdy Sambo Tetap Dipidana Mati

Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta telah menjatuhkan putusan banding atas perkara tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J terhadap terdakwa Ferdy Sambo.

Dalam putusannya majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu.

"Mengadili, menerima banding Ferdy Sambo dan Penuntutan Umum. Menguatkan putusan majelis hakim PN Jakarta Selatan dengan nomor 796/Pid.b/ 2022/PN.Jkt Sel, sebagaimana yang diupayakan banding," ujar Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso dalam putusannya, Rabu (12/4/2023).

"Menetapkan terdakwa tetap ditahan," ucapnya melanjutkan.

Sebagai informasi, dalam sidang yang digelar secara terbuka ini, terdakwa Ferdy Sambo maupun tim kuasa hukum tidak terlihat hadir di ruang sidang.

Diketahui dalam perkara ini, Ferdy Sambo mengajukan upaya hukum banding atas vonis hukuman mati atas kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Adapun putusan itu dijatuhkan oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan yang dibacakan dalam sidang 13 Februari 2023 lalu.

Vonis Ferdy Sambo cs

Sebagai informasi, dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J ini, majelis hakim PN Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis kepada lima terdakwa.

Terdakwa yang dimaksud yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf.

Di mana untuk terdakwa Ferdy Sambo diajtuhi pidana mati, sementara untuk sang istri yakni Putri Candrawathi dipidana 20 tahun penjara.

Sedangkan untuk terdakwa Ricky Rizal Wibowo divonis pidana 13 tahun penjara, dan untuk terdakwa Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara.

Dimana, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan pidana seumur hidup penjara, sementara terdakwa lainnya dituntut 8 tahun penjara.

Keseluruhannya dinyatakan hakim bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama dan didahului perencanaan.

Sementara untuk Bharada E, divonis jauh lebih ringan yakni hanya 1 tahun 6 bulan dan menyatakan menerima putusan.

Hakim menyatakan para terdakwa bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa.

Atas vonis tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Ma'ruf secara tegas menyatakan banding.

Upaya hukum itu lantas membuat Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan juga turut mengajukan banding ke PT DKI Jakarta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas