Rieke Ajak Negara Asia Afrika Wujudkan Perdamaian Dunia Melalui Teknologi Informasi
perang yang terjadi saat ini bukan lagi sekedar kontak fisik, dan senjata api, melainkan juga perang data, dan informasi.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Arsip Nasional Republik Indonesia, Rieke Diah Pitaloka mengajak negara-negara Asia-Afrika berkontribusi untuk mewujudkan perdamaian dunia, melalui teknologi informasi.
Sebab, menurutnya, perang yang terjadi saat ini bukan lagi sekedar kontak fisik, dan senjata api, melainkan juga perang data, dan informasi.
Untuk itu, Rieke mengusulkan negara-negara Asia-Afrika yang dulu pernah menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika (KAA) kembali bersatu, dan mengumpulkan informasi secara benar, akurat, dan efektif.
"Rasanya tidak berlebihan jika kita menawarkan proses pengarsipan global dengan instrument GPT (Generative Pre-Trained Transformer)," kata Rieke saat menjadi pembicara dalam Bincang Arsip: Memperingati 68 tahun Konferensi Asia-Afrika, Selasa (18/4/2023).
Asalkan, lanjut Rieke, proses pengarsipan global dengan instrumen GPT itu tetap harus mengedepankan perspektif moral dan etika, sebagaimana yang ditawarkan Bung Karno di KAA.
"Hidup kemasyarakatan, pemerintahan dan ketatanegaraan perlu didasarkan pada kode moralitas dan etika, yang tertinggi. Dan dalam politik kode moralitas tertinggi ialah subordinasi, ketertundukan segala sesuatu kepada keselamatan umat manusia,” ujar Rieke mengulang pernyataan Bung Karno.
Dengan cara pandang ini, lanjut Rieke, maka pengumpulan informasi sebagai proses pengarsipan di era kontemporer yang memanfaatkan GPT, dapat digunakan sebagai instrumen konfirmasi kebenaran, keakuratan, keefektifan positif atas informasi yang disajikan.
"Perspektif tersebut sangat penting dalam menghadapi konstelasi geopolitik saat ini, termasuk untuk menjawab tantangan narasi ketakutan 'dunia akan gelap'," tutur Rieke.
Rieke melanjutkan, belakangan, beberapa kalangan meramalkan bahwa di tahun 2023, dunia akan masuk ke 'masa gelap', termasuk Indonesia.
Bahkan, katanya, ramalan semacam itu berulang-ulang disampaikan oleh berbagai pihak.
"Analisis ini diutarakan para pihak pemilik kekuatan dalam percaturan politik global, yang agaknya ‘menular’ ke segelintir elite di Republik tercinta ini," tuturnya.
Ia menekankan, ramalan tersebut, di satu sisi, harusnya membuat bangsa Indonesia dan negara-negara Asia-Afrika menjadi lebih waspada dan segera merumuskan strategi untuk menghadapi dan mengatasinya.
"Di sisi lain, saya jadi bertanya-tanya, apakah ramalan ini hasil analisis yang dalam, agar dunia tak masuk ke masa gelap. Atau, justru skenario yang telah dirancang oleh para ahli yang ditugaskan sebagai ‘ahli nujum’," ujar Rieke.
Baca juga: Peringatan Konferensi Asia-Afrika, 109 Bendera Negara Peserta Dikibarkan di Museum KAA Bandung
Terkait itu, Rieke kemudian mengajak negara-negara Asia-Afrika untuk tidak takut menghadapi berbagai ancaman global. Ia ingin negara-negara Asia-Afrika untuk menjadikan ramalan terkait 'masa gelap' itu dijadikan sebagai peringatan untuk berlaku waspada.
Ia pun mengulang pernyataan Bung Karno pada pidato di pembukaan KAA 1955, silam.
“Ya, kita hidup dalam dunia yang penuh ketakutan, kehidupan manusia sekarang digerogoti dan getir oleh rasa ketakutan. Ketakutan akan masa depan, ketakutan akan bom hidrogen, ketakutan akan ideologi-ideologi. Mungkin rasa takut itu pada hakikatnya merupakan bahaya yang lebih besar daripada bahaya itu sendiri, sebab rasa takutlah yang mendorong orang berbuat bodoh, tanpa berpikir dan membahayakan,” ujar Rieke, kembali mengulang pidato Bung Karno.
Hadir dalam peringatan 68 tahun Konferensi Asia-Afrika tersebut beberapa pihak. Di antaranya Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia beserta jajarannya, pakar hubungan internasional Prof Hikmahanto Juwana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.