Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tanggapi Peneliti BRIN, Dirjen Bimas Islam: Lebaran Sudah Berlalu, Tidak Perlu Didiskusikan Lagi

Prof Thomas Djamaluddin menuliskan beda hari raya rawan konflik di era medsos yang setiap orang bebas berpendapat tanpa memahami masalahnya.

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tanggapi Peneliti BRIN, Dirjen Bimas Islam: Lebaran Sudah Berlalu, Tidak Perlu Didiskusikan Lagi
Tangkapan layar Bimas Islam Kemenag
Peneliti BRIN Profesor Thomas Djamaluddin 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin merespon pertanyaan peneliti antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof Thomas Djamaluddin terkait beda hari raya jangan dianggap remeh.

Menurut Kamaruddin bahwa lebaran sudah berlalu beberapa hari yang lalu. Ia meminta hal itu tidak perlu didiskusikan lagi di ruang publik.

"Lebaran sudah beberapa hari lalu, tidak perlu didiskusikan lagi di ruang publik, nanti kita bahas bersama lagi dengan stakeholder terkait," kata Kamaruddin kepada Tribunnews.com, Rabu (26/4/2023).

Adapun dalam statusnya Prof Thomas Djamaluddin menuliskan beda hari raya rawan konflik di era medsos yang setiap orang bebas berpendapat tanpa memahami masalahnya. 

"Ayolah intensifkan dialog untuk mencapai titik temu kriteria. Beda hari raya bukan karena beda metode hisab dan rukyat, tetapi karena beda kriteria," tulis Prof Thomas di Facebook-nya Selasa (25/4/2023).

Prof Thomas melanjutkan beda hari raya jangan dianggap remeh. Itu rawan konflik di era medsos yang setiap orang bebas berpendapat tanpa memahami masalahnya.

"Beda Idul Fitri terkait dengan wajib puasa (Bagi yang masih berpuasa) dan haram puasa (Bagi yang sudah berlebaran). Juga beda Idul Adha terkait sunah puasa hari Arafah dan haram puasa," lanjutnya.

Berita Rekomendasi

Prof Thomas berharap semua pihak mencari solusi dan titik temu dari hal tersebut.

"Ayolah semua pihak cari solusi titik temu. Perbedaan hari raya bukan karena beda metode hisab dan rukyat. Perbedaan hari raya karena beda kriteria. Semestinya kriteria bisa didialogkan untuk mencapai titik temu antara pengamal hisab dan pengamal rukyat," tegasnya.

Adapun dari status tersebut Nitizen banyak yang tidak setuju dengan apa yang disampaikan Prof Thomas. Diantaranya pemilik akun Rizal Arifin.

"Izin menyampaikan fakta di tempat kami Prof. Di masyarakat sebenarnya biasa-biasa saja Prof. Di keluarga besar kami pun berbeda-beda awal Idul Fitri. Tidak ada perdebatan, tidak ada ejek-mengejek dan olok-mengolok. Kami sudah damai, saling memahami. Mohon tidak disulut api pertikaian di antara kami di media sosial," tulis Rizal.

Rizal melanjutkan jika ingin mencari solusi bersama, mohon didiskusikan diantara orang-orang yang mempunyai kapasitas saja. Biarkan kami orang awam hidup damai.

Baca juga: Tulis Komentar Ancaman untuk Warga Muhammadiyah, Hari Ini BRIN Gelar Sidang Etik Andi Pangerang

Kemudian Nitizen yang lain Moch Syachroni juga mengungkapkan berharap bulan Syawal harus bisa digunakan untuk bermaaf-maafan bukan ungkit perbedaan.

"Maafkan saya prof, alangkah baiknya Anda tidak lagi mengungkit-ungkit tentang perbedaan hari raya lagi setidaknya 1 bulan ke depan (Syawal) bulan ini harus digunakan sebagai bulan saling memaafkan," katanya.

Syachroni melanjutkan kalau Anda masih mengungkap kasus beda dalam penentuan 1 Syawal.

"Saya tidak tahu apa yang terjadi. Suasananya masih HOT akibat pernyataan Anda. Maafkan saya bila sekiranya saya ada salah dalam komentar ini," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas