Suara Tembakan Setiap Hari di Khartoum Sudan Bikin Mahasiswa Indonesia Parno hingga Sulit Tidur
Aribah mengaku masih sering kaget kala mendengar suara keras karena masih terngiang-ngiang suara tembakan di medan perang.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelajar Warga Negara Indonesia di Sudan, Aribah sudah dievakuasi ke Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada Jumat (28/4/2023).
Mahasiswi International University of Africa (IUA) semester tiga itu mengisahkan kelamnya kondisi perang yang terjadi di Khartoum, ibu kota Sudan.
"Suara tembakan itu bikin parno dan sulit tidur, terjadi terus menerus setiap hari," cerita Aribah kepada Tribun Network.
Aribah mengaku masih sering kaget kala mendengar suara keras karena masih terngiang-ngiang suara tembakan di medan perang.
Baca juga: “Takut bom jatuhnya ke kita“ - Kisah para WNI yang selamat dari konflik di Sudan
"Jadi suara tembakannya itu berturut-turut lalu mereka sepi, tidak lama selang satu jam mendadak suara tembakan lagi," tuturnya.
Aribah menceritakan seisi ruangan aula kampus hanya bisa tertegun menunggu dievakuasi KBRI Khartoum.
Kata dia, seluruh mahasiswa yang menghuni asrama kampus dikumpulkan di dalam aula dan mendapatkan perlindungan.
"Mendengar suara pesawat saja saya masih terasa seperti di sana (Khartoum, red)," ungkap Aribah.
Menurutnya, serangan udara, tembakan tank, dan artileri sangat mencekam ibu kota Sudan dan kota Bahri.
Dia bersyukur pemerintah Indonesia segera bertindak melakukan evakuasi dan memfasilitasi WNI yang tertahan di Sudan.
Aribah berharap peperangan di Sudan bisa segera berakhir sehingga bisa kembali melanjutkan kuliah.
Baca juga: Krisis Sudan: Gencatan Senjata Diperpanjang, Namun Pertempuran Terus Berlanjut
Banyak orang tewas dalam 'bentrokan etnis yang mematikan'di ibu kota Darfur Barat, El Geneina sejak awal minggu ini.
Situasi di seluruh Sudan saat ini telah memburuk, negara itu kekurangan pasokan air dan makanan pokok, laporan penjarahan pun kian meluas, dengan rumah sakit menjadi sasaran.
"Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 50 ribu orang melarikan diri dari Sudan ke Chad, Mesir, Sudan Selatan, dan Republik Afrika Tengah," demikian keterangan resmi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).