SD Xaverius Pringsewu Lampung Menuju Satu Abad, Reuni Agung 19-20 Mei 2023
Sekolah Dasar Xaverius Pringsewu kini berusia 91 tahun, puncak perayaan Reuni Agung dan Jubilium dilaksanakan 19-20 Mei 2023.
Editor: Theresia Felisiani
Menurut Sr Yovita, perayaan yubilium sudah dimulai tahun lalu dengan serangkaian acara. Dan berharap puncak perayaan akan dihadiri para alumni SD Xaverius dan SD Fransiskus yang saat ini telah tersebar di berbagai tempat.
“Kami harus bersyukur atas kesetiaan dan penyertaan Tuhan yang telah mengiringi perjalanan panjang SD Xaverius - Fransiskus Pringsewu yang kini telah mencapai 91 tahun dan menyongsong satu abad. Berbagai peristiwa sejarah telah dilalui oleh para pendidri dan pendahulu sekolah yang dengan penuh semangat dan hati yang tulus demi mewujudkan insan cerdas dan berkarakter,” ujar Sr Yovita.
Sementara itu, Harry H Limaran sebagai Ketua Alumni menyatakan Alumnni SD Xaverius Fransiskus Pringsewu menyambut baik serta mendukung penuh semua kegiatan perayaan ini dalam menyongsong Satu Abad.
Perayaan ini juga disebutnya sebagai reuni agung karena merupakan momen berkumpul semua angkatan. Reuni agung ini akan berlangsung pada 19 Mei 2023 dan Perayaan Jubilium pada 20 Mei 2023 dan pihaknya akan menyiapkan buku “Menyongsong Satu Abad 1932 – 2032 SD Xaverius Fransiskus Pringsewu”
“Apapun nama sekolahnya, mulai dari Santo Beda, Xaverius yang diambil dari nama pelindung Santo Fransiskus Xaverius atau Fransiskus yang diambil dari nama pelindung Santo Fransiskus Asisi yang paling penting adalah spirit yang harus dibawa. Utamakan Cinta Kasih Agar Menjadi Berkah Bagi Sesama harus menjadi pondasi bagi setiap alumnusnya di manapun mereka berkarya” ujar Harry Limaran.
Rekan sekelas Harry Limaran, AM Putut Prabantoro, yang saat ini menjadi pengajar (TAPROF) Bid. Ideologi menegaskan tantangan masa depan Indonesia sangatlah komplek. Ancaman dari dalam dan luar terhadap masa depan bangsa sangatlah bervariasi dan semua nyata sifatnya.
Bangsa Indonesia membutuhkan masyarakatnya yang tidak hanya cerdas tetapi juga berkepribadian yang berkarakter. Menurutnya, tidak cukup seseorang menjadi pandai atau cerdas tetapi dia harus juga berkarakter.
Oleh karena itu, baik Lembaga Pendidikan, anak didik dan orang tua memahami dinamika perubahan yang begitu cepat jika tidak mau dimakan jaman.
SEPATU BATA
Maria Cecilia Sukaptinah (85) lulusan SD Xaverius tahun 1954 menjelaskan bahwa setelah berpindah-pindah gedung SD dibangun yang lokasinya di kompleks SMP Xaverius dekat gereja lama. Sebelum bernama Xaverius sekolah ini bernama Hollandsch-Inlandsche School adalah sekolah pada zaman penjajahan Belanda.
Baru setelah Indonesia merdeka, HIS diganti nama Xaverius. Ketika berpindah-pindah, sekolah diselenggarakan di rumah-rumah penduduk termasuk ke rumah Yohanes Senu Kartopiyoga, orang tua Maria Cecilia Sukaptina. Keluarga Kartopiyoga pindah dari Yogyakarta ke Pringsewu pada tahun 1932.
"Pada jaman itu, tidak semua murid menggunakan sepatu atau alas kaki. Sebagian murid nyeker alias tidak beralas kaki. Saya dulu senang, sekolah menggunakan sepatu Bata warna putih. Suasana damai dan rukun mewarnai sekolah dulu dan para murid sangat menghormati para guru. Murid sangat tenang kala di dalam kelas. Hukuman selalu tersedia bagi murid-murid yang tidak dapat diatur atau nakal,” ujar Sukaptinah.
Hal yang lumrah pada saat itu, menurut Sukaptinah, jika sekolah murid tidak membawa buku tulis, tetapi sabak – batu tulis. Jika mendapat nilai bagus dalam mata pelajaran, nilai yang tertulis di sabak, akan ditempel di pipi agar murid-murid lain melihat.
Ketika kelas VI, buku tulis baru dibawa karena merupakan syarat mengikuti ujian sekolah dan ujiannya menjadi satu dari berbagi sekolah dasar di Pringsewu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.