Komnas Perempuan Catat 112 Kekerasan Menimpa Pekerja Perempuan Sepanjang Tahun 2022
Sepanjang tahun 2022 terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja yang diadukan ke Komnas Perempuan.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepanjang tahun 2022 terdapat 112 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan pekerja yang diadukan ke Komnas Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani menekankan pentingnya memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan pekerja.
Menurutnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga perlu dimaknai dengan menciptakan kondisi kerja yang bebas dari diskriminasi berbasis gender dan kekerasan seksual bagi perempuan.
"Penting juga menciptakan pelindungan yang lebih baik bagi pekerja di sektor informal,” jelas Tiasri Wiandani dalam keterangannya, Senin (1/5/2023).
Dari data 112 kasus kekerasan berbasis gender, sebanyak 58 di antaranya adalah yang dilakukan oleh majikan, termasuk 4 di antaranya dialami perempuan pekerja rumah tangga.
Juga ada sebanyak 11 kasus yang dilakukan perusahaan dan 43 kasus yang dilakukan oleh rekan kerja.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan juga mencatatkan adanya 93 kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tempat kerja yang dilaporkan ke berbagai lembaga layanan dan 859 kasus terkait Perempuan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
Pada kasus yang diadukan langsung ke Komnas Perempuan, sebagian besar adalah kasus kekerasan seksual dan terkait kesulitan mengakses hak kesehatan reproduksi dan maternitas perempuan pekerja.
Komnas Perempuan menekankan pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi bagian integral dari pelindungan itu.
“Pembahasan dan pengesahan RUU Pelindungan Pekerja Rumah Tangga juga penting menjadi prioritas DPR dan Pemerintah pada sidang berikutnya sebagai langkah sungguh-sungguh untuk meneguhkan K3,” jelas Andy Yentriyani, ketua Komnas Perempuan.
Menurutnya, saat ini belum ada payung hukum yang dapat menjangkau sektor pekerja rumah tangga yang mayoritasnya adalah perempuan.
Baca juga: Hari Buruh Sedunia, Komnas HAM: Buruh dan Buruh Migran Masih Rentan Terhadap Pelanggaran HAM
UU Ketenagakerjaan tidak memuat sektor informal, sementara UU Penghapusan Kekerasan di Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) hanya mencakup sebagian pengalaman pekerja rumah tangga ketika mereka tinggal satu atap dengan majikannya.
“Kita tidak dapat mengandalkan Perpu Cipta Kerja untuk memberikan pelindungan bagi perempuan pekerja di sektor formal dan apalagi di sektor informal seperti pekerja rumah tangga,” imbuh Andy.
Menurut Andy, kajian Komnas Perempuan menunjukkan bahwa muatan dari UU Cipta Kerja yang diadopsi di dalam Perpu Cipta Kerja tanpa perbaikan.
Akibatnya, perempuan pekerja justru semakin rentan mengalami eksploitasi, diskriminasi dan kekerasan.