Dulu karena Ekonomi, Kini Hamil Duluan Jadi Alasan Pernikahan Dini di Jawa Barat
Di awal tahun 2023, mulai Januari sampai April tercatat sudah ada 121 pengajuan dispensasi nikah terjadi di kabupaten Indramayu.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Banyaknya pengajuan dispensasi pernikahan karena hamil di luar nikah atau hamil duluan juga terjadi di Jawa Barat.
Seperti di Majalengka, Indramayu, Tasikmalaya, Bandung Barat, Sukabumi, Garut, maupun Ciamis.
Mengutip Tribun Jabar, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar mencatat, ada 5.523 pasangan melangsungkan pernikahan dini selama 2022.
Baca juga: Hamil di Luar Nikah Dianggap Aib, Banyak Orangtua di Kendari Terpaksa Gelar Pernikahan Dini
Adapun alasan pengajuan nikah dini karena hamil di luar nikah.
Di awal tahun 2023, mulai Januari sampai April tercatat sudah ada 121 pengajuan dispensasi nikah terjadi di kabupaten Indramayu. Jumlah itu tergolong tinggi.
Kondisi yang sama juga terjadi di Kota Bandung.
Data Pengadilan Agama (PA) Kota Bandung, sebanyak 143 warga Bandung mengajukan dispensasi menikah.
Mayoritas karena hamil di luar nikah.
Fenomena pengajuan nikah yang marak di Jawa Barat pun bergeser.
Dari awal mulanya karena faktor ekonomi kini banyak karena hamil di luar nikah.
"Alasan hamil di luar nikah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua karena menabrak norma agama, budaya dan Pancasila yang berketuhanan Yang Mahaesa,"
"Artinya ada persoalan mendasar yang harus diselesaikan, bukan sekadar dengan membahas batas usia pernikahan tapi pada persoalan bagaimana pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan pancasila dan penguatan ketahanan keluarga ternyata tidak terimplementasi dengan baik,” kata anggota DPR RI Ledia Hanifa Amaliah dikutip dari TribuJabar, Rabu (03/05/2023).
Kedaruratan kondisi perkawinan dini di Indonesia ini disebut oleh KemePPPA sebagai ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak.
Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak.
Selain itu, kemenko PMK menyebut maraknya perkawinan anak ini akan menimbulkan polemik baru yaitu kemiskinan bagi Indonesia.
Bahkan hal ini dapat menimbulkan angka kemiskinan ekstrem yang baru.