Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pandemi Usai, MAKI Sebut Sidang Daring Tak Lagi Relevan

Bonyamin mengatakan, mestinya sidang online sudah dihapus tapi kalau masih ada berarti acat hukum karena sudah tidak ada alasan darurat

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Pandemi Usai, MAKI Sebut Sidang Daring Tak Lagi Relevan
Tangkapan Layar: Kanal Youtube Kemenko Polhukam RI
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik Pengadilan Negeri Makassar yang akan menggelar sidang perdana mantan Direktur Utama PT CLM Helmut Hermawan dalam perkara pertambangan, mineral dan batubara yang dilakukan secara daring 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana mantan direktur utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan terkait dengan kasus Pertambangan, Mineral dan Batubara segera digelar di Pengadilan Negeri Makassar.

Namun, sidang tersebut bakal digelar secara online.

Namun pelaksanaan sidang online tersebut dikritisi Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. 

Dia mengatakan pelaksanaan sidang online di masa pandemi yang sudah berakhir ini menjadi cacat hukum.

Baca juga: Klaim Tak Intervensi Perizinan PT CLM, Kuasa Hukum Wamenkumham: Itu Domain Ditjen AHU

Ia beralasan bahwa peradilan menjadi cacat jika sidang masih dilakukan secara online, karena sudah tidak ada alasan kedaruratan pandemi Covid-19.

"Mestinya sudah dihapus sidang online. Kalau masih ada, berarti ya cacat hukum. Karena sudah tidak ada alasan darurat. Harusnya, kuasa hukum mengajukan keberatan ke majelis hakim," kata Boyamin kepada wartawan, Selasa 9 Mei 2023.

Berita Rekomendasi

Beberapa pertimbangan yang seharusnya menjadi catatan yaitu, pertama bahwa sidang online conference ini bertentangan dengan UUD, KUHAP dan Kekuasaan Kehakiman.

"Itu jelas pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik, jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online sehingga itu bertentangan dengan UUD baik KUHAP maupun Kekuasaan Kehakiman," kata dia.

Kedua yaitu sidang online ini berpotensi menghambat kebenaran materiil perkara yang harusnya bisa digali oleh seluruh pihak.

Padahal jika terdakwa dihadirkan secara langsung, semua pihak bisa menggali secara komperhensif.

"Termasuk melihat gestur dalam pembuktian, misalkan gestur dari saksi. Karena ingin menggali materiil bukan formil seperti yang terjadi di sidang perdata gitu. Sehingga kalau jaraknya jauh, daring atau online, tentu sangat menghambat. Kesusahan jadinya, kemudian bisa jadi ada gangguan dengan jaringan dan peretasan," katanya.

Alasan ketiga yaitu terkait dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA), bahwa sidang tatap muka bisa digelar bagi terdakwa yang tidak ditahan dan sidang online bagi terdakwa yang ditahan, sangat tidak masuk akal.

"Apakah menjamin kalau terdakwa tidak ditahan, sidang tatap langsung menjamin semua sehat? dan tidak ditahan dia bebas Covid-19? faktanya justru yang lebih terjadi bebas Covid-19 yang ditahan," ujarnya.

Sementara Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Sholeh Amin mengatakan bahwa dengan dicabutnya status pandemi dan menjadi endemi, maka dasar sidang secara online dalam perkara pidana dengan alasan ada pandemi, tidak bisa lagi dijadikan dasar.

"Dengan persidangan secara langsung, para penegak hukum seperti majelis hakim, JPU dan advokat bisa berinteraksi secara langsung dengan terdakwa dan para saksi," kata dia.

Sehingga, lanjutnya, para penegak hukum bisa menggali untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya.

"Karena dasar kedaruratan pandemi tidak ada lagi. Untuk itu, tujuan peradilan pidana untuk memperoleh 'social justice' dan 'legal juctice' bisa menjadi kenyataan dengan diselenggarakannya sidang secara langsung," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas