Soroti KDRT pada Anak, Ma'ruf Cahyono: Kekerasan pada Anak Butuh Perhatian Khusus
Berbicara soal kekerasan dalam rumah tangga apalagi terhadap anak, menurut Ma'ruf Cahyono, pasti tidak akan lepas dari upaya untuk pencegahan dan perl
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sekretaris Jenderal MPR RI, Prof. Dr. Ma'ruf Cahyono, SH, MH penuhi undangan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH Unissula) Semarang untuk menghadiri dan memberikan keynote speech dalam acara International Conference dengan tema 'Domestic Violence and Child Protection: Identification and Prevention'.
Acara yang digelar di Aula Multi Guna, Gedung Kuliah Bersama, Kompleks Unissula, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (16/5/2023) secara luring dan daring ini dihadiri Rektor Unissula Prof. Dr. Gunarto, SH, M.Hum, Dekan FH Unissula Dr. Bambang Tri Bawono, SH, MH, Ketua Prodi Doktoral FH Unissula Prof. Dr. Anis Mashadurohatun dan civitas akademika Unissula.
Hadir pula beberapa narasumber antara lain, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA RI) Nahar, SH, M.Si, Prof. Byun Haechul (Hankuk University), Prof. Henning Glaser (Directory of CP Germany), Prof. Shimada Yuzuru (Nagoya University), Prof. Faruk Karen Giray (Istanbul University), dan Prof. Henk Addink (Utrech University).
Di awal acara, saat menyampaikan welcoming speech, Dekan FH Unissula Dr. Bambang Tri Bawono, SH, MH, mengatakan bahwa tema yang diangkat dalam konferensi internasional ini, sangat penting untuk dibahas. Karena berhubungan erat dengan anak sebagai generasi muda harapan bangsa, yang semestinya harus dilindungi demi terjaganya manusia-manusia unggul di masa datang.
Lalu, dilanjutkan dengan keynote speech yang disampaikan Sesjen MPR RI Prof. Dr. Ma'ruf Cahyono, SH, MH. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa pembahasan seputar kekerasan dalam rumah tangga dan perlindungan anak dari kekerasan, adalah tema yang sangat aktual dan strategis dibahas dalam wadah diskusi internasional tersebut.
Berbicara soal kekerasan dalam rumah tangga apalagi terhadap anak, menurut Ma'ruf Cahyono, pasti tidak akan lepas dari upaya untuk pencegahan dan perlindungan kepada anak itu sendiri.
"Perlu diingat, kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak luas kepada anak bukan hanya di lingkup keluarga Itu sendiri, tapi sampai ke lingkup lingkungan sosial yang lebih luas," ujarnya.
Dampak terhadap anak ini, lanjut Ma'ruf, tidak bisa dianggap enteng sebab, anak adalah generasi penerus, bagian dari sumber daya manusia unggul dan potensial di masa depan bukan hanya untuk Indonesia saja, namun juga negara-negara lain. Untuk itu, perlindungan atau pencegahan kekerasan kepada anak perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Sistem dan mekanisme pencegahan dan perlindungan kepada anak, tentu ada di setiap negara. Begitu juga dengan Indonesia. Di Indonesia, selain berbagai aturan dan UU juga ada yang namanya ideologi Pancasila yang sarat akan nilai-nilai luhur, salah satunya agama. Sebagai manusia yang beragama, perilaku kekerasan apapun bentuknya tidak bisa ditoleransi. Makanya, jika pondasi agama kuat, maka kekerasan kepada anak tidak akan terjadi," terangnya.
Pada sesi pemaparan narasumber, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA RI Nahar, SH, M.Si mengatakan bahwa sangat penting untuk menjaga dan mengawal tumbuh kembang anak-anak Indonesia, agar di masa depan akan terwujud generasi emas di tahun 2045.
Namun, pada kenyataannya bangsa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam upaya pengembangan hak dan perlindungan anak. Yakni, bagaimana meminimalisir bahkan menghilangkan kekerasan kepada anak, yang tentu menjadi persoalan serius jika dibiarkan. Sehingga diperlukan penanganan secara serius juga.
"Dari data yang ada, berdasarkan lokasi kejadian kekerasan, kita mencatat lingkup rumah tangga jumlahnya paling banyak sekitar 53 persen. Sedangkan pelaku kekerasan, paling banyak sekitar 29 persen dari lingkaran dekat seperti pacar dan teman," ungkapnya.
Nahar pun melanjutkan bahwa hal ini harus menjadi concern bersama sebab data yang ada hanya angka laporan. Artinya, di lapangan kasus kekerasan secara riil bisa saja lebih banyak. Seperti, terminologi gunung es, dimana kelihatannya kecil tapi sesungguhnya bisa lebih banyak dan luas. (*)