Komunitas Kretek Nilai Pasal Penyetaraan Tembakau dengan Narkotika Tak Perlu Masuk RUU Kesehatan
Juru Bicara Komunitas Kretek, Siti Fatona, menilai aturan yang lama sudah sangat komprehensif mengatur soal tembakau.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komunitas Kretek menilai menilai belum ada urgensi masuknya aturan mengenai tembakau pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.
Juru Bicara Komunitas Kretek, Siti Fatona, menilai aturan yang lama sudah sangat komprehensif mengatur soal tembakau.
"Undang-Undang lama masih relevan dan tidak ada urgensi dibuatnya aturan Omnibus Law. Aturan soal tembakau di Undang-Undang yang lama serta beragam aturan lainnya, sudah sangat komprehensif dan tidak perlu ditambah-tambahkan secara sewenang-wenang,” kata Siti dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
Siti menyoroti pasal 154 pada RUU Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif.
Selain pasal 154, Siti juga menyoroti sejumlah pasal lain yang berpotensi berbahaya dalam RUU Kesehatan.
Pasal tersebut antara lain, Pasal 156 yang mengatur terkait standardisasi kemasan bagi produk tembakau, khususnya akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Kesehatan.
“Dalam draf dan daftar inventarisasi masalah yang tersebar, terlihat Kementerian Kesehatan ingin jadi penguasa tunggal isu tembakau di Indonesia karena itu mereka memasukkan ayat yang inkonstitusional, yakni membuat perihal teknis ke dalam undang-undang,” ujarnya.
Baca juga: Analis: Kinerja Emiten Rokok Terhambat Tren Peralihan Konsumsi Masyarakat
Pasal 154 yang terdapat dalam RUU Omnibus Kesehatan merupakan perubahan dari Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang membahas terkait Pengamanan Zat Adiktif.
Dalam pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud sebagai zat adiktif adalah tembakau dan produk yang mengandung tembakau.
Sementara, narkotika dan psikotropika diatur dalam undang-undang berbeda yang tidak termasuk dalam UU Kesehatan yang masih berlaku.
Namun, dalam RUU Omnibus Kesehatan yang tengah menjadi pembahasan, barang yang diklasifikasikan sebagai zat adiktif bertambah menjadi tembakau, minuman beralkohol, narkotika, psikotropika dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Penyetaraan yang terjadi dalam RUU ini dianggap beberapa pihak akan membuka celah delegitimasi tembakau sebagai produk legal.