Aktivis 98 Desak DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset dan Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat
Solidaritas Aktivis 98 menilai Reformasi belum selesai. Masih banyak tugas yang harus dipanggul angkatan muda untuk menuntaskannya.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
![Aktivis 98 Desak DPR Segera Sahkan RUU Perampasan Aset dan Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/konpers-solidaritas-aktivis-98.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Solidaritas Aktivis 98 beranggapan proses reformasi tak selalu berjalan mulus.
Dalam perjalanannya sering terjadi pembajakan-pembajakan yang terus berupaya membelokkan arah reformasi.
"Para pembajak ini adalah anasir-anasir kekuatan lama yang mencoba berkuasa kembali dengan jaringan ekonomi dan politik yang mereka miliki. Akibatnya, beberapa agenda reformasi berjalan terseok-seok," kata Fendry Ponomban, perwakilan Solidaritas Aktivis '98 dalam pernyataan sikap di Teater Utan Kayu, Jakarta pada Sabtu (20/5/2023).
Fendry Ponomban mengatakan reformasi ibarat sapu yang membersihkan kotoran.
Namun upaya pembersihan itu belum tuntas. Reformasi belum selesai. Masih banyak tugas yang harus dipanggul angkatan muda untuk menuntaskannya.
"Kita tak bisa berpangku tangan pada angkatan tua yang telah lapuk. Tugas dari angkatan muda untuk mengambil peranan. Kita harus adil melihat hasil-hasil reformasi. Setiap perubahan memang selalu menghasilkan sampah dan ampas, namun kita tak bisa menafikkan nilai-nilai positifnya," lanjutnya.
Ditegaskan bahwa banyak perubahan baik yang dialami bangsa Indonesia. Terutama dalam 10 tahun terakhir.
Dia mencontohkan semangat dan kerja besar untuk menyelesaikan pondasi sebuah negara modern melalui pembangunan infrastruktur yang massif.
Dimana kita sepakat bahwa tidak ada negara besar dan maju tanpa infrastruktur yang baik dan memadai.
"Akan tetapi, ada satu persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama. PR besar itu adalah: pemberantasan korupsi," tambah Solidaritas Aktivis '98.
Sampai saat ini reformasi juga belum mampu menuntaskan pelanggaran HAM berat.
Para pelaku memiliki impunitas sehingga sangat sulit diseret ke meja hijau. Akibatnya, darah mahasiswa yang menjadi korban 1998 belum bisa dibayar lunas.
Ibu-ibu yang ditinggal pergi anaknya setiap hari Kamis masih menunggu dewi keadilan menggampiri mereka. Air mata mereka telah tumpah sepanjang 25 tahun reformasi.
Baca juga: Pemerintah Tunggu Undangan DPR Bahas RUU Perampasan Aset, Wamenkumham: Tak Hanya Soal Korupsi
Menyikapi situasi bangsa dan perjalanan 25 tahun reformasi di Indonesia, Solidaritas Aktivis ’98 perlu menyatakan sikap sebagai berikut:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.