Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejarah Toko Buku Gunung Agung, Berawal dari Kios Rokok di Jakarta Pusat

Sejarah Toko Buku Gunung Agung, bermula dari kios rokok di Jakarta Pusat pada 1945. Firma Gunung Agung berdiri tahun 1953, hingga buka banyak cabang.

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
zoom-in Sejarah Toko Buku Gunung Agung, Berawal dari Kios Rokok di Jakarta Pusat
Facebook Tangcity Mall
Gerai Toko Buku Gunung Agung di Kota Tangerang. - Berikut ini sejarah Toko Buku Gunung Agung yang akan menutup seluruh gerainya pada akhir 2023. 

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini sejarah Toko Buku Gunung Agung, ritel buku yang akan menutup semua cabangnya pada akhir tahun 2023.

Toko Buku Gunung Agung adalah satu dari sekian toko buku di Indonesia yang pernah berjaya selama puluhan tahun, hingga mengalami kerugian.

Direksi PT GA Tiga Belas menjelaskan alasan penutupan seluruh cabang Toko Buku Gunung Agung.

"(Efisiensi) untuk berjuang menjaga kelangsungan usaha dan mengatasi kerugian usaha akibat permasalahan beban biaya operasional yang besar dan tidak sebanding dengan pencapaian penjualan usaha setiap tahunnya, yang mana semakin berat dengan terjadinya wabah pandemi Covid-19 di awal tahun 2020," jelas Direksi PT GA Tiga Belas secara tertulis, Minggu (21/5/2023).

"Penutupan outlet yang terjadi pada tahun 2020 bukan merupakan penutupan outlet kami yang terakhir karena pada akhir tahun 2023 ini kami berencana menutup outlet milik kami yang masih tersisa," lanjutnya.

Toko Buku Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay atau Haji Masagung pada 1953.

Tjio Wie Tay awalnya membentuk kongsi dagang dengan Lie Tay San dan The Kie Hoat bernama Thay San Kongsie pada 1945, dikutip dari laman Gunung Agung.

Baca juga: Manajemen Toko Buku Gunung Agung Pastikan Tutup Seluruh Outletnya di Akhir 2023, Ini Alasannya

Berita Rekomendasi

Dari Kios Rokok Menjadi Toko Buku

Kongsi dagang Thay San Kongsie awalnya menjual rokok.

Setelah kemerdekaan Indonesia, permintaan buku-buku menjadi sangat tinggi, seperti dijelaskan dalam buku Sejarah Perbukuan (2022).

Thay San Kongsie memanfaatkan peluang dengan beralih menjual buku dan majalah.

Dengan kios sederhana di Jakarta, Thay San Kongsie mampu menyediakan berbagai jenis buku.

Thay San Kongsie menyadari, keuntungan menjual buku dan majalah jauh lebih banyak daripada keuntungan menjual rokok dan bir.

Mereka kemudian fokus pada usaha toko buku dan menutup penjualan rokok dan bir.

Pada 1951, Tjio Wie Tay membeli rumah sitaan Kejaksaan di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat.

Rumah itu kemudian ditata dan dibuat percetakan kecil di bagian belakang.

Baca juga: Festival Buku Big Bad Wolf Kembali Digelar 11 Hari di BSD

Berdirinya Firma Gunung Agung

Seiring berjalannya waktu, Tjio Wie Tay mendirikan perusahaan bernama Firma Gunung Agung pada tahun 1953.

Ide ini ditolak oleh Lie Tay San, sehingga ia mundur dari Thay San Kongsie.

Kemudian, berdirilah Firma Gunung Agung yang ditandai dengan pameran buku di Jakarta pada 8 September 1953.

Ilustrasi buku
Ilustrasi buku (freepik)

Baca juga: Memperingati Hari Buku Nasional, Ini Rekomendasi Novel Sastra Indonesia dan Luar Negeri

Pameran Buku Pertama

Dengan modal Rp 500.000, Gunung Agung mampu memamerkan 10.000 buku.

Pameran itu menjadi momentum awal bisnis Toko Buku Gunung Agung pada tahun 1953.

Setahun kemudian, Tjio Wie Tay kembali menggelar pameran buku lebih megah bernama Pekan Buku Indonesia 1954.

Di pameran buku ini, Gunung Agung memulai tradisi penyusunan bibliografi (daftar buku lengkap) dalam bentuk katalog.

Bahkan, Gunung Agung membentuk tim khusus bernama Bibliografi Buku Indonesia yang dipimpin oleh Ali Amran yang menjadi kepala Bagian Penerbit PT Gunung Agung.

Di Pekan Buku Indonesia 1954, Tjoe Wie Tay berkenalan dengan pemimpin Indonesia saat itu, yakni Soekarno dan Hatta.

Dari perkenalan ini, Gunung Agung dipercaya untuk menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa tahun 1954.

Ilustrasi buku
Ilustrasi buku (freepik)

Baca juga: Rekomendasi Buku Ilustrasi tentang Kisah Perjuangan Perempuan Berpengaruh di Dunia

Kejayaan Toko Buku Gunung Agung

Bisnis Gunung Agung kemudian semakin besar yang ditandai dengan pendirian gedung berlantai tiga di Jalan Kwitang Nomor 6, yang diresmikan langsung oleh Bung Karno pada 1963.

Di tahun yang sama, Tjoe Wie Tay mengubah namanya menjadi Masagung.

Gunung Agung pernah menerbitkan buku autobiografi "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat" karya jurnalis asal Amerika Serikat, Cindy Adams.

Gunung Agung berhasil menjadi memperluas bisnis dengan berbagai produk.

Selain buku, Gunung Agung juga menjual alat tulis, kebutuhan sekolah, barang mewah, barang olahraga, alat musik, otomatisasi/peralatan kantor, dan produk teknologi tinggi.

Gunung Agung memiliki 14 toko yang dibuka di 10 kota besar di Pulau Jawa.

Di wilayah Jabodetabek, ada 20 Toko Buku Gunung Agung.

Penutupan Toko Buku Gunung Agung

Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia pada 2020, bisnis Toko Buku Gunung Agung menurun.

Toko Buku Gunung Agung telah menutup beberapa toko di Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi dan Jakarta saat pandemi.

Selain karena pandemi Covid-19, Toko Buku Gunung Agung juga kesulitan mengatasi kerugian karena biaya operasional yang besar.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti/Bambang Ismoyo)

Artikel lain terkait Toko Buku Gunung Agung

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas