Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Sebut Pengaderan Partai Politik di Indonesia Masih Bermasalah

Usep Saepul Ahyar menilai, hingga kini proses penjaringan kader atau pengkaderan partai politik di Indonesia masih memiliki masalah.

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat Sebut Pengaderan Partai Politik di Indonesia Masih Bermasalah
Tribunnews.com/ rizki sandi saputra
Peneliti Senior dari Populi Center Usep Saepul Ahyar (tengah) dalam acara diskusi bertajuk Fenomena Selebriti menjadi Politisi, di Kantor Populi Center, Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2023). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Senior dari Populi Center Usep Saepul Ahyar menilai, hingga kini proses penjaringan kader atau pengaderan partai politik di Indonesia masih memiliki masalah.

Pernyataan Usep itu didasari karena masih banyaknya calon legislatif (caleg) yang didaftarkan partai politik memiliki background yang tidak sesuai dengan kapasitas sebagai anggota dewan.

Dirinya bahkan mencatat, pada pemilihan legislatif atau Pileg 2024, akan banyak caleg yang memiliki background yang sejatinya bukan dibutuhkan masyarakat, seperti halnya artis atau selebriti hingga pebisnis.

"Ya itu sebenarnya mencerminkan dari posisi atau model rekrutmen dan pengaderan di partai kita itu masih ada pertanyaan masih ada masalah gitu," kata Usep saat ditemui usai acara Fenomena Selebriti menjadi Politisi di kantor Populi Center, Jakarta Selatan, Rabu (24/5/2023).

Meski demikian, Usep tidak menyalahkan kondisi tersebut, sebab menurut dia, bukan tidak mungkin kalau seorang selebriti atau pebisnis memiliki kapasitas sebagai anggota dewan.

Namun, yang menjadi fokusnya dari fenomena ini menurut Usep, saat ini partai politik tidak memberikan kriteria untuk pengaderan secara terbuka dan meluas.

Baca juga: Bawaslu Upaya Pencegahan dan Pengawasan Melekat Calon Peserta Pemilu Bebas dari Narkoba

Berita Rekomendasi

Dominan para parpol hanya mementingkan tingkat keterpilihan, yang dinilai tolok ukurnya berdasarkan keterkenalan serta kepemilikan kapital.

"Jadi masyarakat atau mungkin partai itu lebih pada menuju atau menyediakan atau melakukan rekrutmen dan pengaderan itu melihat pada soal bagaimana keterpilihan itu yang menjadi pokoknya, sehingga di masyarakat ya yang punya modal," kata Usep.

"Kan kalau keterpilihan itu minimal ada tiga lah gitu, misalnya siapa yang punya kapital, lalu kemudian siapa yang punya jaringan lalu kemudian siapa yang punya pengalaman (incumbent)," sambungnya.

Atas hal itu, Usep menilai perlu adanya sistem melalui undang-undang untuk membatasi hal tersebut.

Baca juga: Respons KPU RI Soal Dugaan Aliran Dana Jaringan Narkoba Digunakan untuk Kampanye Pemilu

Sebab jika tidak, sebagian besar parpol yang bertanding di Pileg atau Pilpres sekalipun hanya berorientasi pada kemenangan tanpa tahu apa yang harus dilakukan jika nantinya terpilih menjadi anggota dewan.

"Kalau menurut saya yang seperti itu sistem yang harus membatasi dalam UU pemilu atau UU kepartaian juga karena kalau tidak begitu menurut saya harus dipaksa, kalau tidak begitu partai politik hanya melakukan sesuatu yang populis dan hanya berorientasi menang," ucap dia.


Tak hanya itu, penting menurut dia agar kriteria dalam pengkaderan dilakukan secara terbuka kepada masyarakat.

Baca juga: Respons Survei Litbang Kompas, PAN: Setiap Pemilu Diprediksi Tak Tembus Parlemen Tapi Faktanya Lolos

Dalam artian, partai politik memberikan ruang kepada masyarakat untuk turut terlibat dalam proses pengkaderan, baik sebagai kader atau sebagai pemilih.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas