Cara AKBP Bambang Kayun Urus Perkara Hingga Dapat Rp 55 Miliar dan Mobil Fortuner
Lobi-lobi itu dilakukannya untuk membebaskan Emylia Said dan Herwansyah, tersangka kasus pemalsuan surat dari jerat pidana.
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - AKBP Bambang Kayun disebut melakukan lobi-lobi pengurusan perkara saat menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri.
Lobi-lobi itu dilakukannya untuk membebaskan Emylia Said dan Herwansyah, tersangka kasus pemalsuan surat dari jerat pidana.
"Terdakwa menyampaikan dapat membantu dengan melobi Penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus tersebut," sebagaimana tertera dalam surat dakwaan Bambang Kayun.
Untuk itu, Bambang Kayun menerima Rp 1,66 miliar yang diberikan secara bertahap dari Emilya dan Herwansyah.
Pertama, dirinya meminta Rp 400 juta untuk pengurusan surat saat bertemu Emylia dan Herwansyah yaitu sekira Juni 2016.
Baca juga: KPK Bakal Dakwa AKBP Bambang Kayun Telah Terima Suap Rp57,1 Miliar
Uang tersebut kemudian diserahkan oleh adik Emylia yang bernama Farhan.
"Oleh Farhan uang tersebut diserahkan kepada Terdakwa di Kantor Divisi Hukum Mabes Polri di Jalan Trunojoyo No.3 Jakarta Selatan, kemudian uang tersebut dihitung oleh terdakwa di hadapan Farhan lalu disimpan di bawah meja kerja terdakwa," kata jaksa sebagaimana tertera dalam dokumen dakwaan Bambang Kayun.
Sepekan kemudian, Penyidik Unit II pada Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri mengirimkan surat panggilan pertama yang dilanjutkan dengan surat panggilan kedua kepada Emylia Said dan Herwansyah.
Mereka pun meminta kepada Bambang Kayun agar pemeriksaan dilakukan di kantor PT Aria Citra Mulia.
Bambang Kayun pun menyetujui permintaan itu dengan syarat diberi Rp 700 juta.
"Selanjutnya Farhan menemui terdakwa di ruangannya di Divisi Hukum Mabes Polri dan menyerahkan uang sebesar Rp 700.000.000 tersebut kepada terdakwa," kata jaksa.
Pemeriksaan terhadap Emylia Said dan Herwansyah pun dilakukan di kantor PT Aria Citra Mulia.
Di sana, keduanya memberikan Rp 160 juta kepada penyidik atas arahan Bambang Kayun.
"Sebelum pemeriksaan dilakukan, terdakwa mengarahkan Emylia Said dan Herwansyah melalui Farhan untuk
menyiapkan 4 kotak yang berisi kue dan uang dalam amplop masing-masing sebesar Rp 40.000.000 yang totalnya sebesar Rp 160.000.000 lalu diserahkan kepada penyidik yang datang," katanya.
Kemudian Rp 400 juta terakhir diterimanya saat status Emylia Said dan Herwansyah sudah naik menjadi tersangka pada November 2016.
Kala itu, Bambang Kayun menyarankan agar keduanya mengajukan surat perlindungan hukum kepada Divisi Hukum Mabes Polri.
Uang Rp 400 juta itu kemudian diterima Bambang Kayun dari Farhan, adik Emylia.
"Setelah itu Farhan menemui terdakwa di ruangannya dan memberikan uang sebesar Rp 400.000.000 tersebut kepada terdakwa yang langsung dihitung lalu disimpan di bawah meja kerja terdakwa."
Selain mengarahkan Emylia Said dan Herwansyah untuk mengajukan surat perlindungan hukum, Bambang Kayun juga mengarahkan keduanya untuk mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan status tersangka tersebut.
Hasil praperadilan di Pengadilan Negeri Jakata Pusat pun memutuskan bahwa penetapan tersangka terhadap Emylia Said dan Herwansyah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Setelah menang di praperadilan, Bambang Kayun meminta agar Emylia dan Herwansyah membelikan Mobil Toyota Fortuner seharga Rp 476 juta.
"Permintaan tersebut disangggupi dengan cara Herwansyah melakukan pemesanan 1 unit Mobil Toyota Fortuner Attitude Black Mica di Auto2000 Juanda," ujar jaksa.
Selain uang tunai dan mobil, rupanya Bambang Kayun juga menerima pemberian melalui transfer bank.
Uang tersebut ditransfer dari rekening perusahaan-perusahaan yang terafiliasi dengan Emylia Said dan Herwansyah kepada Yayanti, teman dekat Bambang Kayun.
Transaksi tersebut dilakukan sebanyak 28 kali.
"Dengan total nilai sebesar Rp 55.150.000.000 (lima puluh lima milyar seratus lima puluh juta rupiah)."
Atas perbuatannya itu, Bambang Kayun didakwa Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana subsidair Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Kronologi Kasus Bambang Kayun
Dalam konstruksi perkara, disebutkan kasus yang menjerat Bambang Kayun bermula dari adanya pelaporan ke Bareksrim Mabes Polri terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia dengan pihak terlapor, Emilya Said dan Herwansyah.
Atas pelaporan tersebut, Emilya dan Herwansyah melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan Bambang Kayun yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.
"Sebagai tindak lanjutnya, sekitar bulan Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah) dengan tersangka BK," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).
Dari kasus yang disampaikan Emilya dan Herwansyah ini, Bambang kemudian diduga menyatakan siap membantu dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.
Bambang lalu memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.
Menindaklanjuti permohonan dimaksud, Bambang lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.
Sekira Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama Emilya Said dan Herwansyah di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan Kayun kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.
"Dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri," ucap Firli.
Terkait penetapan status tersangka ini, atas saran lanjutan dari Bambang maka Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan saran tersebut, Bambang menerima uang sekira Rp5 miliar dari Emilya dan Herwansyah dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaan Bambang.
Selama proses pengajuan praperadilan, diduga Bambang membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status
penetapan tersangka tidak sah.
"Tersangka BK, sekitar bulan Desember 2016 juga diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," ungkap Firli.
Sekira bulan April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.
Diduga Bambang kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya Emilya dan Herwansyah melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Selain itu, Bambang menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlah seluruhnya sekira Rp50 miliar.
"Tim penyidik KPK terus mengembangkan lebih lanjut informasi dan data terkait dengan perkara ini," kata Firli.
Atas perbuatannya, AKBP Bambang Kayun disangkakan Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.