Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana Minta Jokowi Dimakzulkan, PDIP: Akademisi Harusnya Bicara Kerangka Intelektual

Hasto Kristiyanto meminta mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana agar berbicara dalam kerangka intelektual.

Penulis: Fersianus Waku
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Denny Indrayana Minta Jokowi Dimakzulkan, PDIP: Akademisi Harusnya Bicara Kerangka Intelektual
Kolase Tribunnews.com
Denny Indrayana Minta Jokowi Dimakzulkan, PDIP: Akademisi Harusnya Bicara Kerangka Intelektual 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meminta mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana agar berbicara dalam kerangka intelektual.

Hal itu merespons Denny yang menyurati pimpinan DPR RI untuk memulai proses impeachment (pemakzulan) Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Beliau (Denny Indrayana) ini, kan, sosok akademisi, ya, harus berbicara menggunakan kerangka berpikir intelektual. Jangan berbicara tentang perasaan, apalagi berbicara tentang pemakzulan," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).

Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) itu mengatakan presiden dan wakil presiden RI dalam sistem politik di Indonesia dipilih langsung oleh rakyat.

Dari situ, kata Hasto, legitimasi terhadap pemimpin Indonesia terpilih sangat kuat dan tidak bisa asal dimakzulkan.

"Dalam sistem politik ketika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, legitimasi dan legalitas pemimpin nasional itu sangat kuat. Tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Itu harus melalui mekanisme yang tidak mudah," ujar dia.

"Jadi, harus paham Bung Denny terhadap sistem politik kita. Makna pemilu presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung itu jaminan terhadap sistem," ujar Hasto.

BERITA REKOMENDASI

Dia kemudian mengajak Denny untuk sekadar melihat Pemilu 2009 ketika yang bersangkutan menyinggung isu pemakzulan terhadap Jokowi.

Menurut Hasto, diduga instrumen negara dipakai pada Pemilu 2009, sehingga satu partai politik di lingkaran rezim kala itu bisa mengalami lonjakan suara secara signifikan sebesar 300 persen.

"Nah, kalau berbicara pemakzulan, Pak Denny saya ajak untuk coba evaluasi pemilu yang terjadi pada tahun 2009, ketika instrumen negara digunakan, sehingga ada partai politik yang bisa mencapai kenaikan 300 persen," ujarnya.

Hasto menyebutkan peristiwa pada 2009 saat sebuah partai di lingkaran rezim yang mengalami peningkatan, tidak terjadi pada era pemerintahan Jokowi.

Dia mengatakan PDIP sebagai partai pendukung pemerintah era Jokowi tidak mengalami kenaikan secara signifikan sampai 300 persen.

"Kalau PDIP ini, kan, kemarin naiknya hanya satu, berapa, lah sampai 8 persen. Itu pun dengan berbagai upaya kerja lima tahun, sehingga jangan, lah, apa yang dahulu dilakukan oleh Pak Denny Indrayana yang merupakan bagian dari rezim pemerintahan saat itu kemudian dipersepsikan akan terjadi pada pemerintahan Pak Jokowi yang sudah teruji dalam komitmen menjaga demokrasi," kata Hasto.

"Pak Jokowi ini pemimpin yang berdialog, yang tidak punya dendam politik. Sama dengan Ibu Megawati Soekarnoputri mengedepankan rekonsiliasi nasional," kata dia.

Hasto pun meminta Denny bisa berani mengungkap kejanggalan naiknya jumlah suara sebuah partai sampai 300 persen pada Pemilu 2009 ketimbang membahas isu pemakzulan kepada Jokowi.

"Oleh karena itu, kami justru meminta Pak Denny Indrayana, silakan ungkap apa yang terjadi pada 2009, karena disitulah justru terjadi suatu penyalahgunaan kekuasaan secara masif untuk kepentingan elektoral," ujar pria kelahiran Yogyakarta itu.

Baca juga: Denny Indrayana Kembali Serang Jokowi, Kali Ini Minta DPR Makzulkan Presiden, Ini Isi Suratnya

Hasto mengatakan sosok seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan kader parpol berkelir merah itu Jokowi dan Ganjar Pranowo ialah figur yang memahami sistem politik yang perlu dilandasi Pancasila.

"Maka pada masa Pak Jokowi ini demokrasi kita betul-betul diangkat dengan sebaik-baiknya. Di situlah sekiranya ada pihak-pihak yang ingin memaksakan kehendaknya, mengganggu agenda pemilu yang berlangsung secara periodik, disitulah, Presiden Jokowi akan cawe-cawe, Presiden Jokowi cawe-cawe demi loncatan kemajuan agar bonus  demografi yang akan datang 13 tahun lagi betul-betul dapat dipersiapkan sebaiknya agar kita jadi bangsa yang hebat," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas