Soal Penutupan 23 Kampus, Ketua Komisi X DPR Berharap Dosen dan Mahasiswa Tidak Jadi Korban
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi menutup 23 kampus yang diduga melakukan pelanggaran didukung banyak kalangan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah tegas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi menutup 23 kampus yang diduga melakukan pelanggaran didukung banyak kalangan.
Kendati demikian jangan sampai langkah tegas ini berimbas negatif pada civitas akademika terutama mahasiswa dan dosen di puluhan kampus tersebut.
“Kami mendukung langkah Kemendikbud Ristek yang bersikap tegas terhadap kampus yang diduga melakukan pelanggaran. Hanya saja nasib mahasiswa dan dosen juga pegawai di berbagai kampus tersebut terancam terkatung-katung,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Rabu (7/6/2023).
Untuk diketahui Kemendikbud Ristek mencabut izin 23 kampus di berbagai wilayah Indonesia.
Langkah tegas ini dilakukan karena adanya bukti puluhan kampus tersebut melakukan berbagai pelanggaran.
Mulai dari jual beli ijazah, pembelajaran fiktif, hingga penyalahgunaan KIP Kuliah.
Baca juga: Kemendikbudristek Cabut Izin 23 Perguruan Tinggi Penyedia Kuliah Fiktif Hingga Ijazah Palsu
Huda mengatakan sebagian besar pelanggaran dari berbagai kampus dilakukan oleh pihak manajemen.
Civitas akademika terutama para mahasiswa kemungkinan kecil terlibat kasus pemicu penutupan kampus.
“Maka kalau tiba-tiba kampus mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar lagi karena izinnya dicabut maka sudah pasti mereka akan dirugikan. Pun juga dengan pegawai kampus termasuk para dosen,” katanya.
Secara regulasi, kata Huda mahasiswa, dosen, maupun tenaga kependidikan bisa pindah ke kampus lain.
Perpindahan ini menjadi tanggung jawab badan penyelenggara, yakni Lembaga Layakanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) dalam hal ini PTS.
“Ketentuan ini sesuai dengan Permendikbud No. 7 Tahun 2020 pasal 21 ayat 3, hanya saja dalam praktik di lapangan terkadang banyak kendala sehingga nasib mahasiswa menjadi tidak jelas,” ujarnya.
Dia mengungkapkan fakta di lapangan menunjukkan jika dalam kasus pencabutan izin kampus, manajamen kampus kerap kali lepas tangan.
Mereka merasa tidak punya beban lagi karena kampus mereka benar-benar tidak boleh lagi beroperasi.
“Padahal banyak dokumen adminstratif yang harus dipenuhi di kala mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan saat mereka ingin pindah ke kampus lain,” katanya.
Politikus PKB ini pun berharap agar LLDIKTI Kemendikbud Ristek melakukan langkah aktif untuk menyelematkan mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan dari 23 kampus yang ditutup.
Langkah aktif ini diyakini akan membantu mereka utamanya para mahasiswa untuk segera mendapatkan tempat belajar baru.
“LLDIKTI melalui berbagai pos layanan mereka harus bersikap aktif. Jangan menunggu inisiatif dari mahasiswa karena bisa jadi mereka juga terpukul mengetahui tempat belajar mereka ditutup,” katanya.
Legislator dari Jabar VII ini mengingatkan jika angka partisipasi kasar pendidikan tinggi di Indonesia masih relatif rendah. Jangan sampai penutupan kampus-kampus yang bermasalah ini kian menyempitkan akses pendidikan tinggi di tanah air.
“Kami sangat mendukung langkah tegas Kemendikbud Ristek ini meskipun di satu sisi juga harus dipikirkan bagaimana langkah tegas ini tidak berdampak negative terhadap upaya meningkatkan APK pendidikan tinggi di Indonesia,” pungkasnya.