Satu Hakim Ajukan Dissenting Opinion Dalam Sidang Sistem Pemilu, Kutip 3 Pandangan Founding Fathers
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang terkait sistem pemilu di Mahkamah Konsitusi Jakarta
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam sidang terkait sistem pemilu di Mahkamah Konsitusi Jakarta pada Kamis (15/6/2023).
Menurutnya, dalam menjawab isu hukum utama permohonan Pemohon dimaksud, harus dilihat betul dari perspektof ideologis-filosofis dan sosiologis-yuridis mengenai sistem demokrasi yang dianut di Indonesia yakni Demokrasi Pancasila, khususnya sila keempat.
Arief kemudian hanya membacakan hanya perspektif ideologis-filosofis, sementara perspektif sosilogis-yuridis dianggap telah dibacakan karena mempunyai napas yang senapas dengan putusan induk dari putusan tersebut.
Secara ideologis-filosofis, karakter demokrasi yang kita anut saat ini, kata Arief, tidak bisa dilepaskan dari perspektof historis dan nuansa kebatinan yang mengemuka dalam sidang BPUPK maupun PPKI terkait konsep demokrasi yang diwariskan pada pendiri negara (the founding fathers/members) di masa lalu.
Termasuk pula, lanjut dia, suasana kebatinan yang terjadi saat perubahan UUD 1945 yang terjadi pada kurun waktu 1999-2022.
Pada rapat BPUPK 1 Juni 1945, kata dia, Soekarno memyampaikan karakter demokrasi yang kita anut berdasarkan pada sila keempat.
Menurut Soekarno, kata Arief, yang dimaksud demokrasi yang kita anut bukan lah demokrasi model barat, tetapi politiek-economische democratie, yaitu politieke-economische deomcarite dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi dengan kesejahteraan dan paham gotong royong.
Menurut Soekarno, kata dia, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi memghasilkan demokrasi sosial.
Berikut pandangan Soekarno yang dimaksud:
"Karena itu ternyatalah bahwa untuk membuat kesejahteraan rakyat jelata politieke democratie atau parlementaire democratie sahaja belum cukup. Masih perlu lagi ditambah dengan demokrasi di lapangan lain, kesama rasaan sama rataan di lapangan lain. Lapangan inilah lapangan rezeki, lapangan ekonomi. Demokrasi politil sahaja belum cukup-yang mencukupi ialah demokrasi politik plus demokrasi ekonomi," kata Arief.
Selanjutnya, Arief juga mengutip pandangan Bung Hatta yang menurutnya tak jauh berbeda dengan Soekarno.
Berikut pendapat Bung Hatta yang dibacakan Arief:
"...Kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar dalam pergaulan hidup sendiri yang bercorak kolektivisme. Demokrasi Indonesia harus pada perkembangan daripada demokrasi Indonesia. Semangat kebamgsaan yang tumbuh sebagai aksi terhadap imperialism dan kapitalisme barat, memperkuat pula keinginan untuk mencari sendi-sendi bagi negara nasiobal yang akan dibangun ke dalam masyarakat sendiri. Demokrasi barat apriori ditolak," kata Arief.
Arief juga menyampaikan pandangan Bung Hatta juga terkait perlunya demokrasi diberlakukan.