Hasil Putusan MK Soal Pemilu 2024: Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka, Berikut Alasannya
Melalui sidang pleno, MK memutuskan bahwa Pemilu 2024 digelar menggunakan sistem proporsional terbuka dan menolak gugatan nomor 114/PPU/XX/2022
Penulis: Pondra Puger Tetuko
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar pembacaan putusan atas enam uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam sidang pleno yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023) kemarin.
Dalam pembacaan putusan tersebut, salah satu di antaranya mengenai keberlangsungan sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.
Gugatan mengenai sistem pemilu tersebut teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 dengan sejumlah sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.
Dalam sidang pleno tersebut, MK memutuskan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
MK juga menegaskan tidak ada ancaman yang ditakutkan mengenai sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024.
Baca juga: Informasinya soal Putusan MK Melenceng, Ini Pembelaan Denny Indrayana
Selain itu, proporsional terbuka ini menjadi salah satu perbaikan sistem Pemilu untuk memperkuat gagasan negara.
"Dalam pokok permohonan: menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya."
"Dengan pengaturan yang bersifat antisipatif tersebut, pilihan sistem pemilihan umum yang ditentukan oleh pembentuk undang-undang akan dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mengancam keberadaan sekaligus keberlangsungan ideologi Pancasila dan NKRI," kata Anwar Usman, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: VIDEO MK Tetapkan Pemilu Sistem Terbuka, Sekjen PKS: Hari Ini Hari Raya Para Caleg Se-Indonesia
Alasan MK Menolak Gugatan Proporsional Tertutup
1. Hakim menilai gugatan yang menyebutkan jika Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka maka akan mengancam keutuhan negara Indonesia, dianggap tidak sesuai.
2. Dalam gugatan tersebut, penggugat menyebut bahwa sistem proporsional terbuka membuat maraknya praktik politik uang, penyataan tersebut lantas ditolak oleh MK.
3. Pernyataan-pernyataan dari penggugat menurut hakin bukan menjadi landasan untuk mengubah sistem pemilu.
Diketahui, ada beberapa nama yang menggugat sistem proporsional terbuka yakni Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marjiono.
Sistem pemilu proporsional terbuka telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mana para penggugat meminta Pemilu 2024 digelar secara tertutup.
Selain itu, beberapa partai politik juga menginginkan sistem Pemilu 2024 menggunakan proporsional terbuka, seperti PDIP, PAN, Demokrat, Gerindra, PPP, PKS, Golkat, PKN, hingga Nasdem.
(Tribunnews.com/Pondra Puger, Yohanes Liestyo)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.