Masa Jabatan Ketua Umum Parpol Digugat, Gelora: Bukan Ranah MK
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Gelora, Rico Marbun mengatakan urusan masa jabatan ketum parpol ini bukanlah ranah MK.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Gelora, Rico Marbun turut menanggapi soal gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol).
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Gelora, Rico Marbun mengatakan urusan masa jabatan ketum parpol ini bukanlah ranah MK.
"Hanya saja seharusnya memang itu tidak menjadi ranah MK," kata Rico saat dihubungi, Sabtu (1/7/2023).
Lebih lanjut, Rico menegaskan tidak ada parpol yang mau dipimpin oleh ketum yang gagal mempertahankan partai.
Sehingga, tanpa perlu diatur pun tentu pergantian posisi ini bakal terjadi secara alamiah.
"Bila gagal dalam pemilu, secara umum itu adalah juga kegagalan ketua umumnya. Sehingga tidak akan ada partai yang mau mempertahankan ketua umum yang gagal," tuturnya.
"Pembatasan akan terjadi secara alamiah dengan proses pemilihan yang terjadi lima tahunan. Jika (ketum yang gagal) dipertahankan, tentu partai itu akan ditinggal oleh pemilih dam kader-kadernya," ia menambahkan.
Rico juga menambah regenerasi dan sirkulasi pimpinan parpol adalah hal mendasar dari didirikannya parpol.
Sehingga ia juga tegas menekankan bakal terjadi kepemimpinan jika ketum parpol tidak benar dalam menjalankan tugasnya memperjuangkan aspirasi rakyat.
Sebagai informasi warga Nias bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta bernama Saiful Salim menggugat ke MK ihwal tidak adanya peraturan yang mengatur soal masa jabatan ketum parpol.
Mereka meminta MK supaya mencantumkan syarat masa jabatan ketum maksimum dua periode dalam beleid itu supaya tidak ada dinasti politik dalam parpol.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula halnya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapa pun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," tulis Eliadi dan Saiful melalui berkas permohonannya, dikutip dari situs resmi MK, Senin (26/6/2023).
Pembatasan masa jabatan ketum parpol ini, dirasa oleh Elidadi dan Saiful akan menghilangkan kekuasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan.
Dalam permohonannya, mereka menggugat agar Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi:
"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART."
Baca juga: Pengamat Nilai Batasan Masa Jabatan Ketua Umum Partai Politik Bagus untuk Sirkulasi Kepemimpinan
Diubah menjadi:
"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.