Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dewan Pers Soroti Banyak Media Terbengkalai Usai Digunakan Kampanye di Pilkada 2014-2019

Dewan Pers menyoroti banyaknya media terbengkalai usai digunakan kampanye di pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2014 hingga 2019

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Dewan Pers Soroti Banyak Media Terbengkalai Usai Digunakan Kampanye di Pilkada 2014-2019
Ibriza
Dewan Pers menyoroti banyaknya media terbengkalai usai digunakan kampanye di pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2014 hingga 2019. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pers menyoroti banyaknya media terbengkalai usai digunakan kampanye di pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2014 hingga 2019.

"Yang tiga ini temuan bukan kesimpulan, tapi harus diwaspadai. Temuan efektivitas media untuk kampanye di 2014, 2017, 2018, 2019. Kenapa kok banyak sekali? Karena di sini banyak pilkada-pilkada ya," kata Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Yadi Hendriana, dalam diskusi Kebebasan, Etika, dan Netralitas Pers, di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (5/7/2023).

Yadi menjelaskan, sejumlah calon pemimpin kepala daerah membuat atau membeli media sendiri untuk digunakannya sebagai alat kampanye.

Meski demikian, Yadi menuturkan, setelah kontestasi Pilkada selesai, mereka membiarkan medianya itu tidak terurus.

"Kemudian dijadikan calon pemimpin kepala daerah kabupaten kota dan provinsi untuk membuat atau membeli media sendiri dan kemudian digunakan untuk kampanye di Pilkada," jelas Yadi.

"Dan setelah mereka terpilih, medianya dibiarkan tidak terurus. Ini yang kemudian berkeliaran dan ini yang menjadi media yang saya katakan perusak pers. Karena di sini ada unsur pemerasan, ada unsur penyelewengan progresi, dan lain-lain," sambungnya.

Tak hanya untuk berkampanye , Yadi mengatakan, Dewan Pers juga menemukan beberapa oknum pejabat daerah yang membuat media sendiri untuk placement atau iklan pemerintahan daerah.

BERITA REKOMENDASI

"Temuan ketiga, beberapa oknum pejabat di daerah membuat media sendiei untuk placement pemerintahan daerah," ucapnya.

Setelah digunakan, kata Yadi, banyak juga medianya yang tidak terurus.

Lebih lanjut, dijelaskannya, hal tersebut diduga dilakukan sejumlah oknum untuk meraup keuntungan dari iklan tersebut.

"Jadi daripada placement-nya dimasukin ke media lain, dia (oknum) buat medianya, placementnya masuk ke kantongnya, dan medianya dibiarkan," ungkap Yadi.

Kemudian, ia mengatakan, fenomena ini menjadi kekhawatiran Dewan Pers.

Pasalnya, puluhan ribu media terdeteksi memiliki aktivitas seperti itu.

Baca juga: Ada Ancaman Kemerdekaan Pers, Redaksi KompasTV Berdialog dengan Dewan Pers, Forum Pemred dan AJI

"Ini menjadi kekhawatiran kami, makanya pada tahun 2019, Dewan Pers mengatakan ada sekitar 47 ribu media yang masuk, yang terdeteksi ya. Bahkan, sekarang saya lihat di artikel Kominfo ada sekitar 89 ribu," kata Yadi.

"Ini adalah hasil dari aktivitas yang tiga tadi, banyak sekali. Dan saya katakan ini sangat berbahaya sekali bagi pers ke depan," sambungnya.

Yadi juga mengungkapkan adanya kekhawatiran media-media tersebut bakal digunakan kembali di Pemilu 2024 mendatang.

"Nah saya khawatirkan di tahun 2024 nanti, dimulai dari sekarang, mesin ini akan kembali digunakan untuk dipakai oleh oknum-oknum yang kita katakan tidak baik," ucap Yadi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas