Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pegawai Ditjen Bea Cukai dan Pajak Korupsi, KPK: Sistem Pengawasan Lemah

(KPK) menyebut sistem pengawasan internal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Pajak lemah. 

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pegawai Ditjen Bea Cukai dan Pajak Korupsi, KPK: Sistem Pengawasan Lemah
Kolase Tribunnews.com/bcmakassar.beacukai.go.id
Rafael Alun Trisambodo dan Andhi Pramono 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut sistem pengawasan internal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Pajak lemah. 

Hal itu terbukti dengan mencuatnya gelimang harta sejumlah pegawai di Ditjen Pajak serta Bea dan Cukai.

Belakangan, gelimang harta itu diduga didapat dari penerimaan rasuah gratifikasi dengan memanfaatkan posisi atau jabatannya. 

Sebut saja di antaranya, mantan pejabat Ditjen Pajak eks Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono

Kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan pencucian uang saat ini sedang diusut KPK.

"(Kasus Andhi Pramono dan Rafael Alun Trisambodo, red) ini sebetulnya menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan internal di kedua institusi tersebut. Dalam hal ini adalah pajak atau bea cukai," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam keterangannya dikutip Sabtu (8/7/2023).

Alex lantas menyinggung kasus Andhi Pramono yang belakangan diketahui ternyata sudah menerima gratifikasi fee sebagai broker atau perantara selama 10 tahun. 

Berita Rekomendasi

"Cukup lama juga, artinya, sebetulnya kalau pengawasan melekat itu berjalan dengan baik tentu kejadian-kejadian seperti ini bisa kita cegah sejak awal," sebut Alex.

Kata Alex, salah satu penanda terjadinya suatu kecurangan atau korupsi, misalnya bisa dilihat dari gaya hidup dan pola konsumsinya. 

Dalam kasus Andhi Pramono, KPK mengungkap pembelian rumah senilai Rp20 miliar.

"Kalau seorang ASN atau penyelenggara negara mampu membeli rumah Rp20 miliar, tentu menjadi pertanyaan besar, dari mana yang bersangkutan (Andhi Pramono, red) mendapatkan penghasilan untuk membeli rumah sebesar itu. Apakah yg bersangkutan punya kegiatan usaha yang lain?" kata Alex.

Diketahui, Andhi Pramono telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Menurut Alex, sejumlah bukti atas temuan kasus tersebut akan dibuktikan oleh pihaknya.

"Dan itu yang harus dibuktikan. Dan dalam proses penyidikan, ya untuk sementara diyakini bahwa sumber penghasilan untuk mendapatkan kekayaan itu berasal dari gratifikasi," kata Alex.

Baca juga: Fakta Andhi Pramono Terjerat Kasus Dugaan Gratifikasi dan TPPU, Modus jadi Broker Ekspor Impor

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menahan eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono

Dia diduga menerima gratifikasi berupa fee setelah menjadi broker bagi pengusaha ekspor impor.

Untuk melakukan penerimaan itu, Andhi diduga memakai rekening milik orang kepercayaannya yang merupakan pengusaha. 

Mereka menjadi nominee sehingga pemberian terhadap dirinya tak terdeteksi.

Tak sampai di sana, Andhi juga diduga melakukan TPPU. 

Dugaan ini muncul karena dia menyamarkan pembelian aset dengan memakai nama orang lain, termasuk ibu mertuanya.

Andhi disebut KPK menerima fee hingga Rp28 miliar dan jumlahnya bisa terus bertambah. 

Duit itu kemudian dibelikan berbagai keperluan seperti berlian, polis asuransi, hingga rumah di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan senilai Rp20 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas