Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Demokrat Dukung Rencana Organisasi Profesi Nakes Ajukan Judicial Review Jika RUU Kesehatan Disahkan

Santoso juga merespons soal rencana sejumlah organisasi profesi nakes yang bakal mogok kerja jika RUU Kesehatan disahkan DPR.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Demokrat Dukung Rencana Organisasi Profesi Nakes Ajukan Judicial Review Jika RUU Kesehatan Disahkan
Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Santoso. Partai Demokrat mendukung rencana organisasi profesi tenaga kesehatan (nakes) bakal mengajukan gugatan judicial review RUU Omnibus Law Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Demokrat mendukung rencana organisasi profesi tenaga kesehatan (nakes) bakal mengajukan gugatan judicial review RUU Omnibus Law Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu disampaikan Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Santoso usai menemui massa aksi dari tenaga kesehatan di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023).

"Karena Demokrat bersikap menolak. Jika ini disahkan maka cara konstitusinya adalah melalui judicial review. Maka kami akan mendukungnya," kata Santoso.

Selain itu, Santoso juga merespons soal rencana sejumlah organisasi profesi nakes yang bakal mogok kerja jika RUU Kesehatan disahkan DPR.

"Jika itu menjadi jalan terbaik agar para nakes terlindungi, terproteksi dengan adanya UU. Tidak seperti UU saat ini, menurut saya menjadi hak mereka juga untuk melakukan itu," ucap Santoso.

"Karena existing yang ada ini kan ada UU keperawatan, tentang bidan. Ini ditiadakan di UU ini tak hanya pasal penyebutan saja," sambungnya.

Baca juga: DPR RI Sahkan RUU Kesehatan Jadi Undang-Undang

Berita Rekomendasi

Meski demikian, Santoso mengatakan sebelum mogok kerja nakes dilakukan maka pemerintah harus berpikir bahwa profesi kesehatan harus diakomodir juga.

"Jadi jangan atas nama kekuasaan, atas nama rakyat keseluruhan tapi mengorbankan orang yang bekerja untuk kesehatan, untuk rakyat," kata Santoso.

"Mereka sebagai warga negara memiliki hak juga untuk dilindungi, untuk diakomodir profesinya," sambungnya.

Sebelumnya, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengancam bakal mogok kerja jika rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan disahkan pemerintah dan DPR RI.

Ketua PPNI Harif Fadhillah mengatakan tenaga kesehatan tengah merencanakan aksi mogok kerja nasional.

Aksi ini direncanakan untuk merespons RUU Omnibus Law Kesehatan jika disahkan menjadi Undang-Undang, dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (11/7/2023).

Harif menuturkan internal PPNI telah menyepakati rencana aksi mogok kerja itu.

Meski demikian, kata Harif, PPNI masih menunggu kesepakatan dari empat organisasi profesi lainnya.

Keempat organisasi profesi itu yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

"PPNI ini sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni lalu di Ambon sudah menyepakati salah satu opsinya adalah mogok nasional," kata Harif, kepada awak media, di depan Gedung DPR-MPR, Jakarta, Selasa ini.

Diberitakan sebelumnya, Legislator Demokrat Komisi III sekaligus anggota Baleg, Santoso mengungkapnya alasan dirinya datangi para pendemo di depan Gedung DPR yang menolak RUU Kesehatan, Selasa (11/7/2023).

Menurut Santoso keputusan dirinya temui massa aksi sesuai dengan arahan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Adapun hari ini Selasa (11/7/2023) Persatuan Perawat Nasional Indonesia, DPW PPNI DKI Jakarta menggelar aksi demonstrasi tolak RUU Kesehatan di depan Gedung DPR RI.

"Saya hadir di sini tentunya atas perintah partai Demokrat Bapak Agus Harimurti Yudhoyono," kata Santoso dalam orasinya kepada para pendemo

Kemudian Santoso mengungkapkan alasannya mengapa RUU Kesehatan harus ditolak.

"Undang-Undang ini kita tolak karena kita punya dasar. Pertama kesehatan adalah hak bagi seluruh warga negara Indonesia dan Undang-Undang yang lama memberikan mandatori spending bahwa APBN harus sebesar 10 persen dalam rangka menyiapkan anggaran untuk kesehatan," kata Santoso.

Santoso melanjutkan tapi ternyata di dalam RUU Kesehatan mandatori spending yang sejak awal di perjuangkan Partai Demokrat di era SBY.

"Saat ini dihapus maka rakyat tidak akan mampu lagi berobat dengan biaya negara. Apakah kita setuju jika anggaran itu tidak dispendingkan 10 persen," lanjut Santoso.

Kemudian Santoso melanjutkan hal itu salah satu alasan pihak menolak RUU Kesehatan.

"Karena tidak memberi jaminan kepada rakyat untuk sehat dengan jaminan dari pemerintah. Indonesia sebagai negara berkembang sangat butuh mandatori spending untuk pembiayaan kesehatan," kata Santoso.

Menurutnya Amerika saja sebagai negara maju, pemerintahnya masih memberikan program untuk kesehatan bagi rakyatnya.

"Apalagi kita sebagai negara yang masih berkembang ini. Kedua, bahwa setiap profesi dilindungi oleh Undang-Undang. Ada undang-undang keperawatan, kebidanan, di RUU ini ditiadakan. Berarti saudara semua tenaga kesehatan tidak dilindungi oleh negara. Itu harus kita tolak karena saudara adalah garda terdepan untuk kesehatan masyarakat," tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas