Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Denny Indrayana Minta 9 Hakim Konstitusi Hadir saat Dirinya Jalani Sidang Etik oleh DPP KAI

Denny Indrayana meminta kepada keseluruhan hakim konstitusi yang berjumlah 9 orang untuk hadir saat sidang etik dirinya dilangsungkan oleh DPP KAI

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Denny Indrayana Minta 9 Hakim Konstitusi Hadir saat Dirinya Jalani Sidang Etik oleh DPP KAI
dok. Kompas.com
Denny Indrayana Minta 9 Hakim Konstitusi Hadir saat Dirinya Jalani Sidang Etik oleh DPP KAI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana meminta kepada keseluruhan hakim konstitusi yang berjumlah 9 orang untuk hadir saat sidang etik dirinya dilangsungkan oleh DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Pernyataan itu dilontarkan Denny, karena Mahkamah Konstitusi RI (MK) berstatus sebagai pengadu.

Dia menegaskan agar seluruh hakim MK tidak diwakilkan.

"Saya juga meminta aturan yang mewajibkan Pengadu (MK) melalui sembilan hakim konstitusinya untuk hadir langsung tanpa diwakilkan kuasanya, dipatuhi dan dilaksanakan," kata Denny dalam keterangannya, Jumat (14/7/2023).

Dengan hadirnya para hakim MK tanpa diwakili itu diharapkan Denny akan membuat sidang etik bisa menjadi wadah pembuktian yang tepat.

Tak hanya itu, kedua pihak dalam hal ini MK dan juga dirinya bisa berdebat berdasarkan aturan hukum dalam sidang nantinya.

"Dengan demikian forum persidangan etik yang dilakukan oleh Kongres Advokat Indonesia nanti semoga bisa menjadi ajang perdebatan hukum yang mendidik, bukan hanya bagi hakim konstitusi tapi juga para advokat," ucap dia.

Berita Rekomendasi

Meski demikian, dirinya menyayangi mekanisme sidang etik tersebut nantinya, sebab, kata mantan Wamenkumham RI itu, sidang etik untuk dirinya akan digelar secara tertutup.

Hal itu sebagaimana diatur dalam KUHAP perihal mekanisme persidangan.

"Sayangnya hukum acaranya mengatur persidangan dilakukan secara tertutup," tukas dia.

Sebelumnya, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI (Wamenkumham) Denny Indrayana merespons soal pelaporan terhadap dirinya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) ke DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI).

Denny diadukan ke DPP KAI terkait dugaan pelanggaran etik advokat atas sikapnya yang memberikan pernyataan soal putusan sistem pemilu. Denny menjabat sebagai vice presiden di lembaga tersebut.

Terkait hal itu, Denny menyayangkan upaya MK yang melaporkan dirinya dengan kaitan dugaan etik. Sebab, menurut Denny, kondisi para hakim MK tidak sepenuhnya bersih dari dugaan pelanggaran etik.

Dirinya lantas menyinggung soal adanya pertemuan Ketua Hakim MK Anwar Usman dengan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tepat sebelum sidang putusan sistem pemilu.

"Kalau MK sedemikian gigihnya mengadukan saya ke DPP KAI, karena isu etika, bagaimana sikap hakim-hakim MK melihat Ketua MK Anwar Usman bertemu Presiden Jokowi pihak yang berhubungan dengan perkara di MK, hanya untuk sekedar makan malam, sebelum esoknya putusan sepenting-segenting sistem pemilu dibacakan? Apakah tindakan yang demikian itu bisa dikatakan elok dan beretika?" kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2023).

Dirinya mempertanyakan tindakan Ketua MK dan Presiden Jokowi yang bertemu dengan alasan makan malam itu.

Kata dia, tindakan tersebut telah mempertontonkan sikap yang sembrono, perihal etika bernegara.

"Sekali lagi (pertemuan itu) di tengah esoknya putusan penting-genting (terkait sistem pemilu) yang ditunggu-tunggu publik akan dibacakan," beber dia.

Tak hanya pada perkara itu, Denny juga menyinggung soal sikap MK saat posisi Aswanto dicopot sebagai hakim Konstitusi karena menganulur UU produk DPR di MK.

Menurut dia, sejatinya MK bisa bersikap tegas atas pencopotan Aswanto itu jika memang kedudukannya tidak berpihak pada kekuasaan.

"Mana penyikapan tegas MK saat Aswanto tiba-tiba diberhentikan secara melawan hukum dari posisinya sebagai hakim konstitusi? Kenapa MK tidak pula bersikap tegas atas langkah intervensi telanjang DPR, yang juga disetujui oleh Presiden Jokowi tersebut?" ucap Denny.

Baca juga: Agar Tak Ganggu Pemeriksaan Etik, Denny Indrayana Keluar dari Grup WhatsApp DPP KAI

Meski demikian, Denny menyatakan, dirinya tetap menerima soal adanya laporan etik tersebut kepada DPP KAI. Selanjutnya, dia meminta agar proses hukum acara dalam pelaporan etik ini bisa dilakukan sesuai aturan yang ada.

Dalam artian kata dia, pemeriksaan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat cabang sampai pusat.

"Terkait aduan etika MK kepada DPP KAI, saya meminta agar hukum acaranya diterapkan sesuai aturan yang ada. Termasuk pemeriksaan yang berjenjang mulai dari tingkat cabang/daerah, sebelum ke tingkat pusat," kata dia.

Sebagai informasi, Denny Indrayana diadukan oleh MK RI ke DPP Kongres Advokat Indonesia atas pernyataannya yang menyikapi putusan sistem pemilu.

Denny melalui pernyataannya itu dinilai telah merusak kepercayaan publik kepada MK RI.

Atas laporan itu, sejatinya MK menurut Denny, tidak perlu khawatir kalau citranya rusak karena pernyataan dirinya di sosial media.

"Saya ingin katakan, kepercayaan publik seharusnya tidak dipengaruhi oleh unggahan media sosial Denny Indrayana-atau siapapun," kata dia.

"Tetapi semestinya, lebih ditentukan oleh kualitas putusan MK yang tidak terbantahkan, dan integritas kenegarawanan para hakim MK sendiri yang tidak terbeli," tukas Denny.

Meski demikian, Pakar Hukum Tata Negara itu mengaku, hingga kini dirinya belum menerima surat pelaporan etik tersebut karena dirinya saat ini berdomisili di Australia.

Namun, dirinya menegaskan kalau proses pemeriksaan akan tetap dijalankan nantinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas