Konten Tiktok Jadi Candu, Pemerintah Diminta Batasi Dampak Negatif Medsos
Majelis Ulama Indonesia mengimbau seluruh umat untuk lebih bijak menggunakan media sosial terkait dampak pada anak-anak dan generasi muda.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau seluruh umat untuk lebih bijak menggunakan media sosial terkait dampak pada anak-anak dan generasi muda.
Hal itu dikatakan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan saat acara Halaqah Peningkatan Peran Dai Dalam Mengantisipasi Dampak Digitalisasi IT di kantor MUI, Jakarta, Kamis (27/8/2023).
Menurutnya, perkembangan konten sosial yang sulit dikontrol pada saat ini disebut sangat mengkhawatirkan.
Baca juga: TikTok Shop Pastikan Tidak akan Terapkan Perdagangan Lintas Batas di Indonesia
Saat ini banyak konten-konten media sosial tanpa sensor. Apalagi konten di media sosial itu pun tidak layak dikonsumsi, terlebih sesuai dengan umur si pengguna.
"Media sosial itu juga bisa merusak kesehatan mental. Bayangkan kalau anak-anak ketergantungan ke gadget dalam waktu delapan jam per hari, itu merusak struktur otak anak- anak yang belum mapan,” kata Amirsyah.
“Jangankan anak-anak kita yang dewasa saja saja kalau 8 jam per hari pusing kita. Giliran baca Al-Quran sebagai muslim, lima menit sudah menguap," lanjutnya.
Baca juga: TikTok Shop Pastikan Tidak akan Terapkan Perdagangan Lintas Batas di Indonesia
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Arif Fahrudin, menyampaikan ke depan perlu dirumuskan semacam kampanye bersama seluruh pihak, termasuk pemerintah untuk menjaga kedaulatan data negara.
Indonesia menjadi pangsa pasar yang besar seperti Tiktok di mana Indonesia penggunanya menjadi tiga terbesar di dunia.
Dikhawatirkan, soal platform Tiktok asal Tiongkok dan media sosial lainnya yang belakangan makin populer menjadi saluran komunikasi masyarakat dalam berinteaksi.
"Di China yang diktator memiliki sistem informasi tersendiri, karena bagaimana pun juga, platform yang ada, seperti Google dan sebagainya, bukan milik kita, bukan milik Indonesia. Sehingga kita tidak mungkin, tidak bisa disadap. Kalau mau telepon tak disadap, jangan pakai nomor SIM card itu, pakai medsos itu, karena usernya bukan dari Indonesia,” ucap Arif
“Kalau pemerintah mau menindak, tidak bisa, karena itu bukan punya Indonesia. Ini yang saya harap, perlu ada infrastruktur teknologi yang bisa regulasinya dari kita, manajerial dari kita dan penindakan dari kita," lanjutnya..
Peneliti Indef Nailul Huda masih di acara yang sama, mendesak juga pemerintah segera menerbitkan turunan Undang-Undang mengenai Perlindungan Data Pribadi.
Baca juga: Kontroversi Project S, Tiktok Tegaskan Tak Punya Niat Jalankan Bisnis Cross Border di Indonesia
Turunan beleid tersebut akan mengatur banyak hal.
Di antaranya agar mengetahui di mana lokasi bank data dari para platform agar tidak disalahgunakan kelak nantinya. Data atau identitasnya penduduk Indonesia yang menjadi pengguna media sosial sangat rentan saat ini.
Padahal banyak negara dan India baru-baru ini memblokir Tiktok dengan alasan keamanan data.
"Nah yang jadi masalah sekarang kan yang datanya itu di mana? Data kita di Tiktok tuh di mana, di siapa, diolah bagaimana algoritmatya mereka untuk apa? Itu kan harus jelas," kata Nailul.
"Kita tidak bisa memungkiri sosial media itu tempat interaksi antar individu dan interaksi itu tidak bisa dibatasi. Kalau ecommerce itu kan interaksi antara pembeli dan penjual, kalau sosial media itu interaksi antar individu tapi bisa jadi interaksi antar individu juga saling menawar barang jual beli barang makanya kita sebut itu sosial commerce,” pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.