Ombudsman Beri Waktu 30 Hari kepada Kepala Otorita Benahi 6 Tindakan Maladministrasi di IKN
Ombudsman RI memberikan waktu 30 hari kerja untuk Kepala Otorita IKN untuk melakukan tindakan korektif atas temuan 6 tindakan maladministrasi.
Editor: Dewi Agustina
"Ini mengakibatkan minimnya perlindungan hak keperdataan masyarakat dari sasaran mafia tanah. Jadi memang tujuan regulasi diterbitkannya SE itu tadinya untuk meminimalisir atau untuk mencegah adanya mafia tanah tapi di sisi lain karena masyarakat yang memiliki tanah juga dihentikan pelayanannya mereka tidak menjadi
tidak terlindungi," ujarnya.
Sedangkan temuan kelima, terdapat 11 aset pemerintah daerah dari Penajam Paser Utara yang statusnya itu moratorium dalam pendaftaran tanah pertama kalinya.
"Karena ada di kawasan IKN, padahal itu sudah jelas-jelas aset milik Pemda tapi tidak bisa terlegalisasi," ucap dia.
Terakhir, perluasan lingkup SE pengaturan yang tidak semata-mata pengendalian, yang secara umum menyebabkan terhentinya layanan kepemilikan tanah di Kecamatan atau Desa setempat dan di Kantor Pertanahan setempat.
Sehingga, kata Dadan, ombudsman menyimpulkan enam temuan itu terbukti terjadinya maladministrasi pada penerbitan surat keterangan atas penguasaan dan kepemilikan tanah dalam dan di luar delineasi IKN.
Maladministrasi itu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara kemudian Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Serta, penghentian layanan pendaftaran pertama kali di dalam dan di luar delineasi IKN yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kutai Kertanegara, Kantor Pertanahan Penajam Paser Utara Kantor Wilayah BPN Kalimantan Timur, kemudian dirjen penetapan hak dan pendaftaran tanah Kementerian ATR BPN," jelasnya.
6 Langkah Korektif
Dadan S Suharmawijaya mengatakan, langkah korektif pertama bagi Kepala Otorita IKN adalah melakukan penyesuaian wilayah delineasi IKN agar meliputi seluruh bagian desa secara utuh.
"Tidak hanya sebagian atau memotong wilayah desa tertentu, serta melakukan perbaikan delineasi IKN bagi daerah yang tidak sesuai dengan wilayah administrasinya," ujar Dadan.
Kemudian, langkah korektif kedua adalah mempercepat penetapan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota Negara Nusantara tentang penyelenggaraan pertanahan di ibu kota nusantara, termasuk pengendalian hak atas tanah.
"Karena memang selama ini aturannya belum ada," jelas dia.
Langkah korektif ketiga yaitu melakukan pemetaan terhadap tanah yang terdaftar dan belum terdaftar di seluruh wilayah delineasi IKN.
Hal itu dilakukan bersama dengan Kementerian ATR/BPN, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara.
Sedangkan langkah korektif keempat, menyusun mekanisme penyelesaian khusus berupa prioritas penerima bantuan program pendanaan dari pemerintah daerah maupun pusat bagi masyarakat yang terdampak akibat kebijakan pengendalian peralihan hak atas tanah.