Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kritik Keras Novel Baswedan ke Firli Bahuri soal OTT Basarnas: Pimpinan KPK Ibarat Sapu Sudah Rusak

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, beri kritik keras ke Ketua KPK Firli Bahuri terkait OTT di Basarnas.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Kritik Keras Novel Baswedan ke Firli Bahuri soal OTT Basarnas: Pimpinan KPK Ibarat Sapu Sudah Rusak
Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha
Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan - Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, beri kritik keras ke Ketua KPK Firli Bahuri terkait OTT di Basarnas. 

TRIBUNNEWS.COM - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai, pimpinan KPK tak tanggung jawab soal operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan Basarnas

Novel menyampaikan hal tersebut usai KPK melalui Wakil Ketua Johanis Tanak menyampaikan permohonan maaf ke TNI soal penetapan tersangka dua prajurit TNI aktif dalam kasus dugaan korupsi di Basarnas ini. 

Mantan penyidik senior KPK itu pun menyinggung keberadaan Ketua KPK Firli Bahuri yang dinilai sengaja menghindar.

Novel menyebut, Filri memilih menghindar dengan bermain badminton di Manado.

"Setelah tahu ada OTT, Firli langsung pergi ke Manado. Setelah itu salahkan pegawai KPK. Memang Firli ini hebat, ahli siasat."

"Tapi Ketua KPK meresmikan gedung dan main badminton, apa itu bagian dari tugasnya?," cuit Novel Baswedan melalui akun Twitter pribadinya @nazaqistsha, dikutip Sabtu (29/7/2023). 

Baca juga: Harta Kekayaan Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK yang Undur Diri, Capai Rp 2,8 M

Dikutip dari TribunManado.com, setelah meresmikan gedung, Firli bermain badminton bersama sejumlah atlet. 

BERITA TERKAIT

Namun pada hari yang sama pula KPK mengumumkan hasil penyidikan OTT di Jakarta dan Bekasi, Selasa (25/7/2023). 

Dalam jumpa pers tersebut penyidik KPK menaikan status dari penyelidikan menjadi penyidikan dengan menetapkan lima tersangka. 

Dua di antaranya adalah prajurit aktif TNI, yakni Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

Novel Baswedan pun menyindir dan mengibaratkan pimpinan KPK saat ini bak sapu yang sudah rusak dan kotor. 

Novel mempertanyakan tanggung jawab pimpinan KPK itu.

"Firli ini selain bermasalah, dia juga punya 'Ilmu Ninja', akan menghilang disaat sulit. Lalu KPK mau tangani kasus-kasus mudah saja?"

"Tidak mungkin membersihkan lantai dengan sapu kotor, Pimpinan KPK sekarang ini, ibarat sapu sudahlah rusak, kotor pula," ujar Novel, Sabtu (29/7/2023).

Terkait permintaan maaf, Novel menyebut pimpinan KPK justru dinilai cenderung menyalahkan tim penindakan atau penyidik KPK.  

Sebagai orang pernah aktif di KPK, Novel menyebut setiap proses penanganan kasus tidak lepas dari perintah pimpinan KPK.

Karena itu, Novel menilai tidak logis bila dalam OTT Basarnas itu yang disalahkan para penyelidik atau penyidik.

"Setiap kasus melalui proses yang detail bersama Pimpinan KPK dan pejabat struktural KPK."

"Kok bisa-bisanyanya menyalahkan penyelidik atau penyidik yaang bekerja atas perintah Pimpinan KPK," ujar Novel. 

"Pengambilan keputusan dalam setiap penanganan perkara adalah Pimpinan KPK. Penyelidik menyajikan fakta-fakta, dibahas dengan penyidik, Penuntut dan pejabat struktural di Penindakan KPK. Bisa-bisanya Pimpinan salahkan penyelidik, dagelan," katanya. 

KPK Minta Maaf ke TNI

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko salam komando dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda TNI Agung Handoko salam komando dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Pertemuan tersebut membahas koordinasi Puspom TNI dengan KPK terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Basarnas Periode 2021- 2023 Marsdya TNI Henri Alfiandi, menjadi tersangka terkait tender proyek pengadaan peralatan di Basarnas yang merugikan negara Rp88,3 miliar. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebelumnya, KPK menyampaikan permintaan maaf kepada TNI buntut penetapan tersangka pada dua anggota aktif TNI yakni Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.

KPK mengaku telah melakukan kesalahan prosedur dalam proses penangkapan dan penetapan tersangka tersebut.

Permintaan maaf tersebut disampaikan setelah adanya pertemuan antara KPK dan TNI di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023). 

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya manakala ada keterlibatan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dikutip dari youTube KompasTV

Johanis mewakili tim penyidik KPK lantas meminta maaf kepada Panglima TNI Yudo Margono atas peristiwa ini.

Puspom TNI Sebut KPK Salahi Aturan

Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, mengatakan KPK menyalahi aturan terkait penetapan tersangka terhadap dua anggota aktif TNI.

"Menurut kami apa yang dilakukan oleh KPK untuk penetapan personel militer jadi tersangka menyalahi ketentuan," kata Agung saat konferensi pers, Jumat (28/7/2023). 

Agung menuturkan, kewenangan untuk menetapkan prajurit TNI aktif sebagai tersangka dalam kasus hukum seharusnya berada di wilayah penyidik militer.

"Dari tim kami terus terang keberatan, kalau itu ditetapkan sebagai tersangka khususnya yang militer, karena kami memiliki ketetentuan sendiri dan aturan sendiri." 

"Mekanisme penetapan tersangka adalah kewenangan dari TNI, sebagaimana Undang-undang yang berlaku." 

"Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami dengan KPK," ujar Agung. 

Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Agung menjelaskan, KPK tidak berkoordinasi dengan penyidik militer terkait penetapan tersangka pada dua anggota aktif TNI itu.

Menurutnya, hal itu seharusnya bisa dikoordinasikan sesama aparat penegak hukum.

Agung menjelaskan pihak Puspom TNI hanya ikut dalam gelar perkara kasus tersebut di KPK.

Namun demikian, kata Agung, saat gelar perkara itu hanya ada peningkatan status dari penyelidikan menjadi penyidikan.

Dalam gelar perkara, lanjut dia, tidak dijelaskan bahwa KPK juga akan menetapkan dua anggota TNI aktif sebagai tersangka dalam kasus tersebut. 

(Tribunnews.com/Milani Resti)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas