Polemik OTT di Basarnas, Jokowi: Masalah Koordinasi
Menurut Presiden Jokowi, polemik penetapan tersangka 2 tentara aktif dalam OTT pejabat Basarnas oleh KPK karena adanya masalah koordinasi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara mengenai polemik penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi dan Koorsminnya Letkol Afri Budi Cahyanto oleh KPK dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.
Penetapan tersangka tersebut mendapatkan protes dari TNI. Mereka menilai penetapan tersangka kedua tentara aktif tersebut menyalahi aturan karena merupakan ranah militer.
Menurut Presiden Jokowi, polemik penetapan tersangka tersebut karena adanya masalah koordinasi.
"Ya itu masalah, menurut saya masalah koordinasi ya," kata Jokowi di Sedotan Ciliwung, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023).
Jokowi mengatakan koordinasi harus dilakukan semua lembaga sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Termasuk, dalam penegakkan hukum yang dilakukan KPK. Menurut Kepala Negara, apabila koordinasi dilakukan maka setiap masalah akan selesai.
"Masalah koordinasi yang harus dilakukan semua instansi sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan. Sudah. kalau itu dilakukan, rampung," pungkasnya.
Sebelumnya Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko mengatakan penetapan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koorsmin Kepala Basarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan dugaan suap dalam sejumlah proyek di Basarnas menyalahi ketentuan.
Ketentuan yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
"Jadi menurut kami apa yang dilakukan KPK menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan," kata Agung saat konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Jakarta pada Jumat (28/7/2023).
Kepala Babinkum TNI Laksda Kresno Buntoro menjelaskan setiap tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit aktif tunduk pada ketentuan UU tersebut dan UU nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Di dalam UU peradilan militer, kata dia, diatur mengenai penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, hingga pelaksanakan eksekusi.
Selain itu, kata dia, diatur juga dengan tegas terkait penyelidikan, penangkapan, dan penahanan.
Khusus untuk penahanan prajurit aktif, kata dia, ada tiga institusi yang punya kewenangan.