Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Duga Ada Aliran Uang Proyek Fiktif Amarta Karya ke AirNav Indonesia dan Apartemen di Margonda

Ali menambahkan, terdapat satu saksi yang turut dipanggil, tetapi memilih mangkir yakni Adi Firmansyah selaku wiraswasta 

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in KPK Duga Ada Aliran Uang Proyek Fiktif Amarta Karya ke AirNav Indonesia dan Apartemen di Margonda
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
KPK menahan Dirut PT Amarta Karya (Persero), Catur Prabowo, Rabu (17/5/2023). Dia adalah tersangka kasus dugaan korupsi proyek subkontraktor fiktif yang merugikan negara hingga Rp46 miliar. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada aliran uang proyek fiktif PT Amarta Karya (Persero) ke AirNav Indonesia dan sebuah apartemen di Margonda, Depok, Jawa Barat.

Dugaan itu didalami penyidik KPK saat memeriksa Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti dan Building Manager Kawasan Taman Melati Margonda, Ashadi Cahyadi, Rabu (2/8/2023).

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pada PT Amarta Karya (Persero) tahun 2018-2020, untuk melengkapi berkas perkara tersangka Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo dkk.

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan adanya aliran uang dari proyek fiktif PT AK (Amarta Katya) ke beberapa kegiatan bisnis perusahaan," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (3/8/2023).

"Selanjutnya akan didalami dan dikonfirmasi lebih lanjut ke beberapa pihak," Ali menambahkan.

Baca juga: KPK Tetapkan Dirut dan Dirkeu BUMN PT Amarta Karya Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif

Ali menambahkan, terdapat satu saksi yang turut dipanggil, tetapi memilih mangkir. Dia adalah Adi Firmansyah selaku wiraswasta. 

Berita Rekomendasi

"Saksi tidak hadir dan jadwal ulang," katanya.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan Direktur Keuangan Amarta Karya, Trisna Sutisna sebagai tersangka.

Kasus ini diawali pada 2017, ketika Catur Prabowo memerintahkan Trisna dan pejabat akuntansi di PT Amarta Karya untuk mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi Catur Prabowo.

"Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023).

Sebagai realisasinya, Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV. 

Badan usaha itu digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).

Pada tahun 2018, dibentuk beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek itu.

"Hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan Tersangka TS," ujar Alex.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur selalu memberikan disposisi "lanjutkan". 

Dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.

"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," kata Alex.

Baca juga: Periksa Eks Irjen ESDM, KPK Dalami Pelaksanaan Audit Internal Terkait Temuan Tukin Fiktif

Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna.

Di antaranya pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur; pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta; dan pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran.

"Uang yang diterima tersangka CP dan tersangka TS kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya," jelas Alex.

"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar," ungkap Alex.

Atas perbuatannya keduanya disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas