Liput Demo Proyek Strategi Nasional Air Bangis, Empat Jurnalis Jadi Korban Kekerasan Polisi
Selain Fachri, Aidil Ichlas Ketua AJI Padang juga mendapatkan ancaman dari petugas yang sama saat berupaya melepaskan Nandito.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang menyebut sedikitnya empat orang jurnalis menjadi korban kekerasan saat meliput unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumatera Barat.
Unjuk rasa tersebut menolak usulan proyek strategis nasional (PSN) kilang minyak dan petrokimia oleh Pemprov Sumbar ke pemerintah pusat dengan luas konsesi 30.000 hektar, karena diduga menyerobot lahan yang dikelola warga.
Informasi ini didapatkan dari rilis Amnesty International Indonesia, Senin (7/8/2023).
Baca juga: Komisi III DPR Bakal Minta Penjelasan Polri soal Insiden Pemulangan Paksa Warga Air Bangis
Dalam rilis itu, disampaikan jurnalis Tribun Network, Nandito Putra, dipiting oleh polisi berpakaian bebas saat sedang merekam kondisi sambil live streaming untuk medianya.
Ia sebelumnya juga dilarang mengambil gambar dan ponselnya juga berupaya direnggut.
Dito baru dilepaskan setelah dua orang jurnalis menyampaikan protes kepada para polisi, karena rekan mereka diamankan. Namun saat upaya itu, petugas juga mengangkat kerah baju Fachri Hamzah Jurnalis Tempo dan melontarkan ancaman.
Selain Fachri, Aidil Ichlas Ketua AJI Padang juga mendapatkan ancaman dari petugas yang sama saat berupaya melepaskan Nandito.
Baca juga: Komisi III DPR: Aparat yang Tak Taat Prosedur saat Bubarkan Aksi Warga Air Bangis Harus Ditindak
Beberapa menit kemudian, sejumlah perwira dari Polresta Padang menengahi dan meminta maaf kepada Nandito, Fachri dan Aidil atas peristiwa tersebut.
"Tidak hanya itu, intimidasi juga dialami oleh Dasril Jurnalis Padang TV. Saat itu, Dasril sedang mengambil gambar penangkapan salah satu pendamping dari LBH Padang. Tiba-tiba salah satu pihak kepolisian menghalangi kamera Dasril untuk merekam sambil dihardik," sebagaimana dikutip dari rilis.
Zulia Yandani (Lia), seorang jurnalis perempuan dari Classy FM juga mengalami kekerasan. Lia saat itu baru selesai sholat dan mendengar kericuhan di lantai I Masjid Raya Sumbar.
Saat sedang merekam, dia tiba-tiba didatangi dua orang dan menanyai tanda pengenalnya.
Walau sudah dijelaskan Lia bahwa dirinya wartawan, namun mereka tetap menariknya dan mengangkat kedua kakinya serta hendak dibawa ke mobil.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan tindakan yang dilakukan pihak kepolisian telah melanggar kebebasan pers. Padahal, Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang kebebasan pers telah tegas mengatur tentang kerja-kerja jurnalistik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.