DPR Dorong Pembuatan RUU Hak Asuh Anak Korban Perceraian
Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina melakukan audiensi bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina melakukan audiensi bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) di Gedung KemenPPPA, Jakarta pada Senin (14/8/2023).
Selly menuturkan audiensi dilakukan bersama para ibu pejuang anak yang ingin mendapatkan haknya setelah perceraian.
"Hari ini saya mendampingi ibu pejuang anak yang memang ingin mendapatkan hak-hak mereka kepada negara, agar bisa dipertemukan kembali dengan anak-anak mereka karena pasca perceraian," kata Selly kepada wartawan, Senin (14/8/2023).
Ia menjelaskan, hasil audiensi dengan KemenPPPA akan membentuk Satgas dalam waktu dekat yang untuk memediasi para ibu agar bisa dipertemukan kembali dengan anaknya dalam jangka pendek.
Kemudian, untuk jangka panjangnya akan membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Pengasuhan Anak.
"Kita juga memahami bahwa ada banyak sekali celah-celah kosong yang harus diselesaikan oleh negara, karena memang bagaimana korban-korban perceraian yamg terjadi pada orangtua yang menyebabkan psikis anak ini kan bukan hanya anak kepada yang merebutkan," jelas Selly.
"Tapi juga anak-anak yang tinggal dengan orangtua yang harus dipisahkan dengan adik mereka juga mengalami depresi, sehingga kami menganggap bahwa negara harus hadir disitu," sambung Selly.
Menurutnya, untuk melaksanakan itu semua tidak bisa dilakukan oleh satu kementrian saja. Melainkan, harus melibatkan beberapa kementerian/Lembaga.
"Ada KemenkumHAM, Kementrian Pengadilan Agama, Kepolisian, kita akan libatkan Kementerian Sosial dan yang pasti semua kementerian termasuk pemerintah daerah. Karena, memang kita ingin penanganan ini dilakukan secara sinergi dan serius," ujar Selly.
Lalu, saat disinggung apakah nantinya Komisi VIII akan mendorong adanya sanksi pidana. Selly menegaskan, sanksi pidana itu harus ada.
Karena, permasalahan ini ditegaskan tidak bisa dianggap sepele atau ringan. Karena, bukan mengenai kekosongan hukum, melainkan memang ada sistem hukum yang harus diperbaiki termasuk dalam sistem pidana dan perdata.
"Bahwa mengenai pengasuhan anak ini tidak lagi berbicara tentang singel pengasuhan, tapi harus sharing pengasuhan. Sehingga, mau tidak mau apabila terjadi salah pengasuhan maka harus diberlakukan pidana terhadap salah satu pihak baik itu ayah ataupun ibu yamh memang pada saat ditetapkan di pengadilan mereka tidak menyepakati apa yang diputuskan oleh pengadilan," tegas Selly.
"Sanksi inilah yang akan memberikan efek jera kepada salah satu pihak, dan anak ini bukan barang," tambah Selly.
Sehingga, anak membutuhkan kepastian hak-hak mereka seperti hak untuk tidak diperlukan secara diskriminasi, hak untuk mendapatkan kepastian pendidikan dan perlindungan.
"Sehingga, negara harus juga bisa memfasilitasi itu semua dan kemudian kami juga harus menerapkan lembaga apa yang bisa melindungi masing-masing pihak," kata Selly.
Sementara itu, Deputi Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Rini Handayani menambahkan, jika adanya perceraian dari pasangan suami-istri, maka anak tetap mendapatkan haknya dari orangtuanya itu.
Baca juga: Imbas Perceraian Anang Hermansyah dan Kris Dayanti, Aurel Hermansyah Trauma Ameena jadi Korban
"Tapi dimana penempatan hak itu akibat dari keterpisahan orangtua. Ini juga yang sebenarnya menyatakan suara anak itu sendiri, jadi tidak bisa dan putusan walau memang Undang-Undang sudah menyatakan 12 tahun Hak asuh ada di ibu, tapi hak asuh itu tidak tetap harus ada di sana," ujar Rini.
"Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran hak yang diperoleh oleh anak, jadi itu bisa dialihkan kepada ayah. Tapi intinya anak tidak bisa memilih, dia mau diasuh oleh siapa anak ingin lahir dan batin karena ada di orangtuanya. Nah kitalah menyebabkan anak-anak kita yang menjadi korban," sambung Rini.
Lalu, terkait pertemuan ini dilakukan bukan hanya sekali saja. Melainkan juga sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan kementerian/lembaga yang memang sudah banyak ibarat gunung es.
"Kalau dilihat angka perjalanan itu sangat tinggi angka perceraian, maka fokus adalah untuk upaya pencegahan bagaimana penguatan kualitas keluarga. Sehingga tidak terjadi lagi kasus-kasus yang seperti ini," kata Rini.
"Kami dalam upaya pencegahan tentu regulasi tadi ada kekosongan hukum, karena tidak ada satu mandat pun kepada lembaga manapun untuk melakukan seperti penarikan anak apabila tidak sesuai dengan amar putusan pengadilan dan juga tidak belum diatur secara detail terkait dengan eksekusi keputusan pengadilan," tutup Rini.