Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bendera Merah Putih Sempat Dipisah Jadi Dua Bagian, Berikut Sejarahnya

Berikut inilah sejarah kelahiran Bendera Sang Saka Merah Putih yang sempat dipisah jadi dua bagian.

Penulis: Lanny Latifah
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Bendera Merah Putih Sempat Dipisah Jadi Dua Bagian, Berikut Sejarahnya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana pengibaran bendera merah putih dalam Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2023). Berikut sejarah kelahiran Bendera Sang Saka Merah Putih yang sempat dipisah jadi dua bagian. 

Pada tanggal 7 September 1944, Dai Nippon menyiarkan kabar bahwa Indonesia diperkenankan untuk merdeka kemudian hari. Maka dari itu, Chuuoo Sangi In (badan yang membantu pemerintah pendudukan Jepang terdiri dari orang Jepang dan Indonesia) menindaklanjuti izin tersebut dengan mengadakan sidang tidak resmi pada tanggal 12 September 1944, dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Hal yang dibahas pada sidang tersebut adalah pengaturan pemakaian bendera dan lagu kebangsaan yang sama di seluruh Indonesia. Hasil dari sidang ini adalah pembentukan panitia bendera kebangsaan merah putih dan panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Panitia bendera kebangsaan merah putih menggunakan warna merah dan warna putih sebagai simbol. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Kedua warna ini sampai saat ini menjadi jati diri bangsa Indonesia.




Sementara itu, ukuran bendera ditetapkan sama dengan ukuran bendera Nippon yakni perbandingan antara panjang dan lebar tiga banding dua.

Dikutip dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, selain bermakna berani dan suci, kombinasi warna merah dan putih telah digunakan dalam sejarah kebudayaan dan tradisi di Indonesia pada masa lalu. Kombinasi merah dan putih digunakan pada desain sembilan garis merah putih bendera Majapahit.

Panitia bendera kebangsaan merah putih ini diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dengan anggota Puradireja, Dr. Poerbatjaraka, Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Mr. Moh. Yamin, dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sanusi Pane, KH. Mas Mansyur, PA Soerjadiningrat, dan Prof. Dr. Soepomo.

Kemudian, panitia lagu kebangsaan Indonesia Raya berkewajiban mempersatukan kata-kata dan melodi lagu. Panitia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota Ki Hajar Dewantara, Sanusi Pane, Mr. Moh. Yamin, Kusbini, Mr. Koesoemo Oetojo, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. Sastro Moeljono, Mr. Samsoedin, Ny. Bintang Soedibjo, Machijar, Darmawijaya, dan Cornel Simanjuntak.

Baca juga: Sejarah Paskibraka, Dulunya Bernama Pasukan Pengerek Bendera Pusaka

BERITA TERKAIT

Atas permintaan Soekarno kepada Shimizu, kepala barisan propaganda Jepang (Sendenbu), Chaerul Basri diperintahkan mengambil kain dari gudang di Jalan Pintu Air untuk diantarkan ke Jalan Pegangsaan Nomor 56 Jakarta. Kain ini dijahit oleh Ibu Fatmawati (istri Presiden Soekarno) menjadi bendera.

Bendera tersebut dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 (kini Jalan Proklamasi), Jakarta oleh Latief Hendraningrat dan Suhud.

Pada tanggal 4 Januari 1946, Presiden, Wakil Presiden, dan para Menteri pindah ke Yogyakarta karena keamanan para pemimpin Republik Indonesia tidak terjamin di Jakarta. Bersamaan dengan perpindahan tersebut, Bendera Pusaka turut dibawa dan dikibarkan di Gedung Agung.

Ketika Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, bendera pusaka sempat diselamatkan oleh Presiden Soekarno dan dipercayakan kepada ajudan Presiden yang bernama Husein Mutahar untuk menyelamatkan bendera itu.

Husein Mutahar mengungsi dengan membawa bendera tersebut dan untuk alasan keamanan dari penyitaan Belanda. Ia melepaskan benang jahitan bendera sehingga bagian merah dan putihnya terpisah, kemudian membawanya dalam dua tas terpisah.

Ilustrasi Bendera Merah Putih
Ilustrasi Bendera Merah Putih (TribunManado.com)

Pertengahan Juni 1949, ketika berada dalam pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno meminta kembali bendera pusaka kepada Husein Mutahar. Ia kemudian menjahit dan menyatukan kembali bendera pusaka dengan mengikuti lubang jahitannya satu persatu. Bendera pusaka kemudian disamarkan dengan bungkusan kertas koran dan diserahkan kepada Soejono untuk dikembalikan kepada Presiden Soekarno di Bangka.

Pada tanggal 6 Juli 1949, Presiden Soekarno bersama bendera pusaka tiba dengan selamat di Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1949, bendera pusaka kembali dikibarkan di halaman depan Gedung Agung.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas