Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wanti-wanti Jaksa Agung Soal Penanganan Perkara Jelang Pemilu 2024: Jangan Jadi Alat Politik

Terlebih perkara yang melibatkan tokoh-tokoh besar, termasuk di antaranya jika melibatkan calon presiden.

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Erik S
zoom-in Wanti-wanti Jaksa Agung Soal Penanganan Perkara Jelang Pemilu 2024: Jangan Jadi Alat Politik
Puspenkum Kejaksaan Agung.
Wakil Jaksa Agung, Sunarta dalam sambutannya pada Upacara Hari Kemerdekaan ke-78 Republik Indonesia Tahun 2023 di Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (17/8/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjelang Pemilu 2024, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin buka suara mengenai rentannya penyusupan kepentingan-kepentingan politik.

Oleh sebab itu, melalui Wakilnya, Sunarta, dia menegaskan agar seluruh bawahannya menghindari afiliasi dengan partai politik.

Baca juga: Usut Misteri Uang Korupsi BTS Rp 27 Miliar, Kejagung Konfrontir Terdakwa dan Pengacara Jumat Ini

Sebab jika terafiliasi politik, maka akan mempengaruhi pelaksanaan tugas para jaksa.

"Kejaksaan harus senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi netralitas dengan tidak memihak atau berafiliasi dengan partai politik maupun kepentingan politik mana pun," kata Wakil Jaksa Agung, Sunarta dalam sambutannya pada Upacara HUT ke-78 Republik Indonesia Tahun 2023 di Kompleks Kejaksaan Agung, Kamis (17/8/2023).

Kemudian para jaksa juga diingatkan cermat dalam menangani perkara.

Terlebih perkara yang melibatkan tokoh-tokoh besar, termasuk di antaranya jika melibatkan calon presiden.

Berita Rekomendasi

"Harus aktif, kolaboratif, dan koordinatif dalam setiap penanganan laporan pengaduan tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus yang melibatkan calon presiden dan wakil presiden, calon anggota legislatif, serta calon kepala daerah," ujar Sunarta.

Kecermatan juga dibutuhkan guna mengantisipasi indikasi black campaign yang terselubung.

Katanya, jangan sampai jaksa menjadi alat politik untuk memenangkan kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Tetap mengedepankan kecermatan dan kehati-hatian guna mengantisipasi adanya indikasi terselubung yang bersifat black campaign serta untuk menghindari proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan dipergunakan sebagai alat politik praktis."

Beberapa waktu belakangan Kejaksaan Agung memang tengah menjadi sorotan dengan berbagai perkara big fish yang ditangani.

Perkara-perkara itu pun menjadi sorotan sebab melibatkan tokoh-tokoh nasional.

Di antaranya, ada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate yang terjaring korupsi pengadaan tower BTS 4G.

Sekretaris Jenderal Nasdem itu ditetapkan tersangka saat masih menyandang status sebagai menteri. Dia kini sudah duduk di kursi pesakitan bersama lima terdakwa lain.

Baca juga: Kejagung Selesai Periksa Eks Mendag M Lutfi soal Kasus Korupsi Minyak Goreng, 29 Saksi Diperiksa

Dalam perkara BTS pula, ada Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo yang pernah diperiksa Kejaksaan Agung.

Kemudian ada nama menteri sekaliber Airlangga Hartarto yang diperiksa Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi ekspor CPO dan produk turunannya.

Menteri Kordinator Bidang Perekonomian aktif itu dimintai keterangan terkait kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya pada masa kelangkaan dan melambungnya harga minyak sawit di pasar domestik.

Ketua Umum Golkar itu bukan satu-satunya pejabat tinggi yang diperiksa terkait perkara CPO.

Ada pula eks Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi yang dua kali diperiksa Kejaksaan Agung terkait perkara CPO.

Pemeriksaan pertama terhadap Lutfi dilakukan saat Kejaksaan Agung masih mengusut perkara perorangan yang kini sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Lalu pemeriksaan keduanya dilakukan terkait perkara yang menjerat tersangka korporasi.

Teranyar, Kejaksaan Agung menetapkan Ismail Thomas, Anggota DPR Fraksi PDIP sebagai tersangka.

Baca juga: Penerima Saweran Rp 15 Miliar Minta Proyek BTS BAKTI Kominfo

Dia ditetapkan tersangka pada Selasa (15/8/2023) terkait perkara pemalsuan dokumen tambang.

Tambang yang dimaksud merupakan aset yang terafiliasi dengan terpidana kasus Jiwasraya, Heru Hidayat.

Dalam perkara tersebut, Ismail Thomas bersama orang lain diduga memanipulasi dokumen tambang agar seolah-olah dimiliki PT Sendawar Jaya.

Padahal, aset itu telah disita dan dilelang Kejaksaan Agung untuk menutupi kerugian negara.

"Telah memalsukan dokumen-dokumen terkait dengan perizinan pertambangan yang digunakan untuk kepentingan proses persidangan. Itu perannya," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung dalam konferensi pers Selasa (15/8/2023).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas