Potensi Hujan Rendah, BRIN Putuskan Setop Modifikasi Cuaca untuk Kurangi Polusi Udara Jakarta
BRIN mengunglapkan hujan buatan sulit dilakukan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta karena musim kemarau dan fenomena El Nino.
Penulis: Rifqah
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan hujan buatan sulit dilakukan untuk mengurangi polusi udara di Jakarta.
Sebelumnya, Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan rekayasa cuaca dengan teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Dalam hal ini, BRIN bekerja sama dengan BNPB melakukan penyemaian garam di wilayah Jabodetabek pada Minggu (20/8/2023).
Namun, upaya tersebut belum bisa menurunkan hujan secara maksimal karena tantangan yang sulit untuk menurunkan hujan di wilayah Jakarta didasari oleh musim kemarau dan ada fenomena El Nino.
"Perpaduan kedua ini memang menyebabkan potensi hujan di wilayah Indonesia termasuk juga di Jakarta dan Jawa pada umumnya sangat rendah," kata Koordinator Laboratorium Pengelolaan TMC BRIN, Budi Harsoyo, Selasa (22/8/2023).
Maka dari itu, diputuskan modifikasi cuaca di Jabodetabek sementara disetop hingga menunggu informasi terbaru dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Sampai menunggu info terbaru dari BMKG jika ada potensi yang membaik karena kalau dipaksakan hasilnya juga tidak akan optimal," ujar Budi.
Baca juga: Pemerintah Tak Satu Suara Soal Penyebab Utama Polusi Udara Jakarta, PLTU atau Kendaraan Bermotor?
Selain itu, penyebab lainnya karena dari parameter cuaca lain kelembaban udara di lapisan atas Jakarta masih kering, sehingga tidak memicu terjadinya pertumbuhan awan.
"Juga energi pengangkatan massa udara di Jakarta itu juga sangat rendah sekali hanya selama 3 hari hanya 200 sampai 300. Padahal hujan memicu awan-awan konveksi itu nilainya antara 1500 sampai 2000 bahkan 3000 kalau hujan disertai petir ini yang menyebabkan sulit ditemuinya awan-awan potensi untuk hujan," terang Budi.
Seperti diketahui, terpilihnya DKI Jakarta sebagai kota paling berpolusi di dunia menjadi sorotan media asing.
Jakarta diketahui secara konsisten berada di posisi ke-10 paling berpolusi secara global sejak Mei.
Data harian dari situs IQ Air mencatat Jakarta menjadi kota ke-4 dunia yang tingkat polusi udaranya tertinggi hari ini.
Sektor transportasi tercatat menyumbang polusi udara terbesar yaitu sekitar 32-41 persen, sementara sektor industri 14 persen.
Berdasarkan tingkat pengukuran partikulate matter atau PM 2,5 yaitu partikel udara yang lebih kecil dari mikro meter, poin pm 2,5 Jakarta adalah 102.
Sementara tingkat sulfur dioksida atau SO2 yaitu zat polutan hasil pembakaran minyak, gas dan batu bara di Jakarta mencapai 54 atau dalam kategori sedang.
3 Alasan Heru Budi Minta Ada Modifikasi Cuaca
Permohonan modifikasi cuaca itu, disampaikan Heru melalui surat bernomor e-0008/TB.01.00 tertanggal 16 Agustus 2023, ditunjukkan kepada Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto.
“Kami mohon agar pada tanggal 19 Agustus sampai 21 Agustus 2023 sesuai analisis BMKG dapat dilakukan upaya teknologi modifikasi cuaca,” ucap Heru, dikutip dari TribunJakarta.com.
Dalam surat tersebut, Heru menyampaikan tiga alasan terkait mendesaknya dilakukan modifikasi cuaca tersebut.
Di antaranya sebagai berikut:
1. Terkait dengan buruknya kualitas udara di ibu kota, di mana tingkat polusinya sudah masuk kategori tidak sehat
“Kondisi udara di Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2023, sesuai indeks kualitas udara (AQI) berada di angka 170 atau masuk dalam kategori tidak sehat dengan polusi udara PM2.5,” ujarnya.
Baca juga: Menteri Suharso Buka Suara Soal PLTU Disebut Penyebab Parahnya Polusi Udara di Jakarta
2. Berkaitan dengan alasan presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas (ratas), menekankan perlu adanya upaya mengatasi masalah polusi udara, salah satunya dengan rekayasa cuaca.
3. Berkaitan dengan rencana pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang akan dilaksanakan pada 5 September hingga 7 September 2023 di DKI Jakarta.
“Perbaikan kualitas udara sebagaimana arahan bapak presiden juga dalam rangka menyukseskan penyelenggaraan KTT ASEAN ke-43 di Jakarta,” kata Heru Budi.
PNS DKI Sudah WFH Mulai 21 Agustus 2023 untuk Kurangi Kemacetan
Kebijakan bekerja dari rumah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dimulai 21 Agustus 2023 kemarin.
Kebijakan Work From Home (WFH) tersebut akan berlangsung sekitar satu hingga dua bulan.
Selain untuk mengurangi polusi, kebijakan ini diambil untuk mengurangi tingkat kemacetan saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta agar menciptakan kenyamanan.
"Kemarin saya minta Pak Sekda (Sekretaris Daerah), mungkin tanggal 21 (Agustus). Rencana satu hingga dua bulan" ungkap Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (18/8/2023).
"Untuk bisa memberikan kenyamanan KTT ASEAN, intinya itu," sambungnya.
Nantinya, 50 persen ASN Pemrov DKI akan bekerja dari rumah, sementara 50 persen lainnya tetap bekerja di kantor.
Selain itu untuk mengurangi kemacetan jelang KTT ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta, kebijakan ini diharapkan juga dapat mengurangi emisi gas pembuangan kendaraan sehingga menekan polusi udara.
Pemrov DKI Ajak Masyarakat Gunakan Kendaraan Listrik
Pemrov DKI Jakarta juga terus menggalakkan penggunaan kendaraan listrik.
Salah satunya yakni dengan mengganti armada bus Transjakarta konvensional dengan kendaraan listrik
“Konsep DKI kan sudah jelas, bus listrik, kendaraan bermotor untuk (operasional) petugas juga listrik,” tutur Heru Budi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (14/8/2023), dikutip dari TribunJakarta.com.
Pemprov DKI, dikatakan Budi juga terus melakukan sosialiasi soal penggunaan transportasi umum, sehingga masyarakat bisa beralih menggunakan angkutan massal.
“Kami menggalakan transportasi moda umum, seperti kereta umum, MRT, LRT, dan lain-lainnya,” kata Heru Budi.
Baca juga: Transjakarta Targetkan 100 Bus Listrik Beroperasi Tahun Ini Guna Tekan Polusi Udara Ibu Kota
Heru Budi mengatakan, solusi jangka pendek sama seperti solusi jangka panjang untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.
"Untuk jangka panjang ya pembangunan transportasi, jangka pendek dan jangka panjang sama (solusinya)," ungkap Heru Budi.
Dikatakan Budi, upaya yang dilakukan salah satunya adalah dengan menambah ruang terbuka hujau (RTH).
“Kami setiap Minggu menambah RTH, setiap kelurahan tiap tiga bulan menambah ruang terbuka hijau."
"RTH yang sekarang dirawat termasuk media tanam pohon,” ucapnya saat ditemui di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendgari), Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (10/8/2023).
Ada pula wacana penerapan aturan lalu lintas 4 in 1 sebagai upaya mengatasi polusi udara, yang diharapkan dapat menekan jumlah kendaraan pribadi oleh masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rina Ayu Panca Rini) (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.