Pakar Sebut Strategi 6M dan 1S Hadapi Polusi Udara Belum Cukup
Kemenkes merilis edukasi protokol kesehatan 6M+1S dan akan mengirimkan surat edaran kepada pemerintah daerah dalam rangka mengatasi polusi udara.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan baru-bari ini keluarkan panduan protokol kesehatan terbaru untuk masyarakat di tengah kualitas udara di wilayah Jabodetabek yang memburuk.
Kemenkes telah merilis edukasi protokol kesehatan 6M+1S dan akan mengirimkan surat edaran kepada pemerintah daerah.
Protokol 6M dan 1S adalah
1. Memeriksa kualitas udara melalui aplikasi atau website.
2. Mengurangi aktivitas luar ruangan dan menutup ventilasi rumah/kantor/sekolah/
tempat umum di saat polusi udara tinggi.
3. Menggunakan penjernih udara dalam ruangan
4. Menghindari sumber polusi dan asap rokok
5. Menggunakan masker saat polusi udara tinggi
6. Melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
7. Segera konsultasi daring/luring dengan tenaga kesehatan jika muncul keluhan pernapasan.
Terkait hal ini, Ahli kesehatan masyarakat sekaligus epidemiolog Dicky Budiman beri tanggapan.
"Saya melihat rekomendasi prokes berkaitan polusi udara cukup baik. Namun harus diingat, respons (ini) sifatnya lebih ke akibat dari satu polusi untuk mencegah dampak berikutnya," ungkap Dicky pada Tribunnews, Selasa (29/8/2023).
Menurut Dicky, untuk mitigasi, strategi ini belumlah cukup dan perlu kerjasama lintas sektor.
Baca juga: Terpapar Polusi Udara Terlalu Lama, Segera ke Faskes Jika Alami Beberapa Gejala Ini
"Tapi bicara mitigasi, strategi ini belum cukup. Dan ini memerlukan upaya lintas sektor. Lintas pemangku kepentingan," paparnya.
Termasuk pelibatan secara aktif dari masyarakat.
Dicky mengatakan jika upaya ini harus dimulai dari pemahaman pimpinan dan kebijakan.
Salah satunya seperti apa yang menyebabkan munculnya polusi.
Lebih lanjut, Dicky menjelaskan jika siu negara kerap punya masalah 'klasik' saat menghadapi polusi.
"Negara memiliki masalah klasik (menangani) polusi. Yaitu memiliki masalah regulasi lemah atau dipenerapan regulasi lemah," kata Dicky lagi.