Kesulitan Bikin Akta Lahir Anak di Dukcapil, Warga Non Islam Gugat Aturan ke Mahkamah Konstitusi
MK menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap UUD 1945.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terhadap UUD 1945.
Sidang tersebut dijadwalkan digelar pada Senin (4/9/2023) pukul 13.30 WIB dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.
Adapun gugatan yang teregistrasi dengan nomor perkara 89/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Harry Pratama, seorang Karyawan Honorer.
Dalam permohonannya, Pemohon menguji Pasal 34 ayat (4), (5) dan (6) UU Administrasi Kependudukan.
"Pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan yang tercantum pada pasal a quo, dimana ketika Pemohon mengajukan Pencatatan Kependudukan (dalam hal ini pembuatan akte lahir anak) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dinas Dukcapil) Kabupaten atau Kota, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah melampirkan Akta Nikah orang tua si anak dari Dinas Dukcapil bagi penduduk yang beragama Non Islam," demikian dikutip Tribunnews.com dari laman resmi mkri.id, Senin (4/9/2023).
Baca juga: Ditjen Dukcapil Kemendagri Tambah 11 Juta stok blangko KTP-el untuk Pemilu 2024
Ketentuan yang tercantum dalam UU Administrasi Kependudukan tersebut membuat Pemohon terdiskriminasi.
Sebab jika warga beragama Islam hanya perlu melampirkan Buku atau Akta Nikah dari KUA Kecamatan saja apabila ingin mengurus akta lahir anak kemudian langsung diproses.
Sedangkan hal berbeda berlaku bagi warga Non Islam.
"Karena Buku atau Akta Nikah dari Gereja atau Vihara atau Pura tidak berlaku untuk melakukan Pencatatan Kependudukan ke Pemerintah. Karena pernikahan atau pemberkatan yang dilakukan oleh Gereja atau Vihara atau Pura hanya sebagai bukti warga Non Islam tersebut menikah tapi tidak resmi atau sah di Pemerintah," kata Mahkamah Konstitusi.
"Dengan pembedaan ini, jelas warga Non Islam akan mengalami kesulitan dan mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara Indonesia," sambungnya.
Sehingga, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menerima permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 34 ayat (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (Conditionally Constitutional) sepanjang masih berlakunya Buku atau Akta Nikah dari KUA kecuali dengan tidak diakui Buku atau Akta Nikah dari Gereja atau Vihara atau Pura dalam Pencatatan Kependudukan di Dukcapil Kabupaten atau Kota.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.