Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat: Kebijakan WFH Lebih Efektif Perbaiki Kualitas Udara Jakarta, Ini Alasannya

kebijakan work from home (WFH) bagi sebagian aparatur sipil negara (ASN) terlihat mampu mengurangi polusi udara di DKI Jakarta.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Pengamat: Kebijakan WFH Lebih Efektif Perbaiki Kualitas Udara Jakarta, Ini Alasannya
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana Gedung dan perumahan yang tertutup oleh kabut polusi di Jakarta, Selasa (22/8/2023). Berdasarkan data IQAir 22 agustus 2023 pukul 12.00 WIB, Jakarta masih menempeti peringkat ketiga sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia dengan nilai indeks 161, yang termasuk ke dalam kategori tidak sehat, meskipun Pemprov DKI Jakarta telah menerapkan kebijakan sistem bekerja dari rumah atau work from home bagi 50 persen aparatus sipil negara. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan kebijakan work from home (WFH) bagi sebagian aparatur sipil negara (ASN) terlihat mampu mengurangi polusi udara di DKI Jakarta.

Pasalnya kebijakan WFH mempengaruhi mobilitas warga pengguna kendaraan pribadi dari kota-kota penyangga seperti Bekasi, Depok dan Tangerang.

"Kebijakan WFH tersebut mulai mampu mengurangi mobilitas warga yang menggunakan transportasi pribadi dari kota penyangga, seperti Depok, Bekasi dan Tangerang ke Jakarta," kata Ahmad kepada wartawan, Kamis (7/9/2023).

Dengan kondisi mobilitas yang berkurang, maka turut mengurangi emisi gas buang di mana mayoritasnya bersumber dari kendaraan pribadi berbahan bakar minyak.

Ketua Forum Udara Bersih Indonesia (FUBI) ini meminta pemerintah segera menyusun upaya untuk mendorong penggunaan kendaraan hybrid maupun listrik berbasis baterai.

Selain dapat mengurangi polusi udara, kendaraan hybrid maupun listrik juga berpihak pada gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Berita Rekomendasi

“Karena sekalipun pembangkit listrik di sini masih banyak menggunakan batu bara, tetap saja hitung-hitungan emisi per kilometer yang dihasilkan kendaraan listrik dan hybrid lebih rendah ketimbang kendaraan bermesin bakar," jelas dia.

Ia menerangkan bahwa kendaraan listrik berbasis baterai memang masih menghasilkan jejak karbon atau emisi jika setiap hari diisi ulang dengan listrik yang mayoritas berasal dari pembangkit bertenaga batu bara.

Namun, berdasarkan perhitungan pihaknya, emisi yang dihasilkan dari kendaraan listrik masih lebih rendah 28 persen ketimbang kendaraan bermotor.

“Namun, berdasarkan perhitungan KPBB, emisinya tetap bisa lebih rendah sekitar 28 persen per km ketimbang kendaraan ICE biasa,” kata Ahmad.

Baca juga: Pengamat Sebut Kualitas Udara Jakarta Alami Perbaikan Saat WFH Berbarengan KTT ASEAN

Menurutnya alih-alih memadamkan PLTU Suralaya di Cilegon, pemerintah semestinya memprioritaskan pembenahan sektor transportasi untuk menanggulangi polusi udara yang hingga saat ini masih dalam kategori tidak sehat. Apalagi setelah 4 unit PLTU Suralaya dipadamkan PLN sejak 29 Agustus 2023, kualitas udara ibu kota tak kunjung berubah.

“Aksi pembenahan terhadap sektor transportasi tetap memiliki urgensi paling tinggi,” pungkas Ahmad.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas