Bentrok Warga dengan Aparat di Pulau Rempang Dinilai Upaya Permalukan Jokowi di KTT Ke-43 ASEAN
Kuasa Hukum Warga Pulau Rempang, Petrus Selestinus, menyayangkan terjadinya kekerasan oleh aparat keamanan di Pulau Rempang Kota Batam Provinsi Kepri.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum Warga Pulau Rempang, Petrus Selestinus, menyayangkan terjadinya kekerasan oleh aparat keamanan di Pulau Rempang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau pada Kamis (7/9/2023).
Dalam peristiwa itu, polisi menembakkan gas air mata kepada warga yang protes dengan pematokan lahan di pulau tersebut.
Petrus Selestinus mengatakan aksi aparat itu terjadi bertepatan saat Presiden Jokowi dengan ramah menyambut kepala negara asing pada acara penutupan KTT ke-43 ASEAN 2023 di Jakarta.
Koordinator TPDI dan Advokat Perekat Nusantara ini menduga kejadian itu bukan peristiwa biasa tanpa motif politik.
"Patut diduga ada agenda politik permalukan Presiden Jokowi selaku tuan rumah KTT ke 43 ASEAN 2023 di Jakarta,' kata Petrus, Jumat (8/9/2023).
Dia mengkritik M Rudi, Kepala BP Batam yang memerintahkan aparat Kepolisian, TNI-AL, dan Satpol PP Kota Batam, Kepri melakukan pematokan lahan warga dan cenderung melanggar HAM.
"Apa yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, TNI dan Satpol PP, jelas sebagai buah dari konspirasi politik atau insubordinasi karena secara terbuka melawan kebijakan Presiden Jokowi yang menomor satukan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah rakyat pada pembangunan proyek strategis nasional yang sering disampaikan dalam rapat kabinet dan secara terbuka luas lewat media," kata Petrus.
Dia menegaskan dalam beberapa kali rapat kabinet, Presiden Jokowi menyampaikan pesan bijak di hadapan seluruh menteri dan pimpinan lembaga negara lainnya soal konsesi lahan yang diberikan kepada BUMN atau swasta harus mengutamakan hak rakyat setempat jika tidak maka izin konsesinya dicabut.
Namun dalam kasus proyek Eco-City Rempang, Petrus mengatakan pesan bijak Presiden Jokowi diabaikan oleh seorang Kepala BP Batam.
"Padahal Presiden Jokowi sangat peka dan paham soal prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Karena itu Presiden Jokowi berpesan bahwa konsesi yang diberikan kepada swasta maupun BUMN jika di tengahnya ada desa dan kampung yang sudah bertahun-tahun, maka berikan hak-haknya, karena rasa keadilan dan kepastian hukum harus di nomor satukan," ujarnya.
Dikatakan bahwa saat kejadian, Presiden Jokowi tengah dengan ramah menerima puluhan tamu negara asing dalam acara KTT ke-43 ASEAN di Jakarta.
"Karena itu diduga kuat ada konspirasi dan ada hidden agenda dengan target politik untuk permalukan Presiden Jokowi di mata pemimpin dunia saat acara penutupan KTT ke 43 Asean di Jakarta," ujarnya.
Dia mengatakan ini jelas aksi "insubordinasi" melanggar HAM yang direncanakan matang tidak saja untuk mempermalukan Presiden Jokowi tetapi juga ada tendensi membunuh masa depan warga Pulau Rempang dan memusnahkan tradisi budaya kesatuan masyarakat Hukum Adat Melayu dan hak-hak tradisionalnya.
"Ada puluhan korban luka berat dan ringan dialami oleh warga Pulau Rempang akibat penyemprotan gas air mata yang ditujukan kepada siswa SD dan SMP yang sedang belajar, juga ditemukan selongsong peluru senjata api diduga digunakan untuk menembak warga dan 6 orang ditangkap atas nama proyek strategis nasional di Pulau Rempang," kata Petrus.
Baca juga: Kapolri Beri Penjelasan Soal Bentrokan Polisi dengan Warga di Pulau Rempang
Dikatakan bahwa apa yang terjadi di Pulau Rempang sebagai pertanda bangkitnya rezim Orde Baru yang otoriter karena itu tidak boleh dibiarkan.
"Ini harus ada konsekuensi hukum dan etik kepada Kapolda Kepri, pimpinan TNI Batam dan Kepala BP Batam, berupa sanksi hukum dan etik yang berat serta cabut konsesi yang telah diberikan kepada siapapun juga, sesuai dengan pesan Presiden Jokowi," katanya.