JPU: Perbuatan Korupsi Lukas Enembe Merupakan Tamparan Keras karena Terjadi di Daerah Tertinggal
Jaksa menegaskan perkara yang dilakukan Lukas Enembe harus menjadi momentum agar pengadaan barang dan jasa di pemerintah harus dengan prinsip bersaing
Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum menyebutkan perbuatan korupsi yang dilakukan mantan Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi tamparan keras karena terjadi di daerah tertinggal.
Adapun hal itu disampaikan jaksa saat membacakan tuntutan bagi terdakwa Lukas Enembe di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).
Baca juga: Jaksa Nilai Cara Menjawab Arogan Lukas Enembe di Persidangan untuk Menutupi Kesalahan
"Perbuatan yang dilakukan terdakwa Lukas Enembe sungguh merupakan tamparan keras bagi kita semua. Karena praktik korupsi pengadaan barang dan jasa pemerintah justru terjadi di daerah yang syarat akan kesenjangan isu ekonomi dan ketertinggalan pembangunan," kata jaksa di persidangan.
Dikatakan jaksa penyedia barang jasa sebagai cara untuk tingkatkan pembangunan malah terjadi sebaliknya.
"Penyedia barang jasa yang seharusnya menjadi bagian percepatan pembangunan daerah justru menjadi biang masalah dalam merekayasa tender," jelas jaksa.
Baca juga: Jaksa Sebut Ada Penggiringan Opini Seolah Tak Ada Suap dan Gratifikasi dalam Kasus Lukas Enembe
Kemudian dikatakan Jaksa, Lukas Enembe seyogyanya menjadi pendorong naiknya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Sekaligus menjadi benteng moral menjaga integritas.
"Malah menjadi bagian dari buruknya pelaksanaan tata aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah," kata jaksa.
Jaksa menegaskan perkara yang dilakukan Lukas Enembe harus menjadi momentum agar pengadaan barang dan jasa di pemerintah harus dengan prinsip bersaing dan terbuka.
"Proses penegakan hukum terdakwa Lukas Enembe sudah seharusnya menjadi momentum bagi penegak hukum. Untuk mengembalikan proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah sesuai dengan prinsip efisien, efektif, terbuka, bersaing dan akuntabel," tegasnya.
Terkait perkara ini, Lukas Enembe sebelumnya telah didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar.
Uang tersebut diduga diterima sebagai hadiah yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Gubernur Papua dua periode, tahun 2013-2023.
Dalam dakwaan pertama, Lukas Enembe didakwa menerima suap Rp 45 miliar.
Uang puluhan miliaran tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur dan dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CW Walaibu.
Suap diterima Lukas Enembe bersama-sama Mikael Kambuaya selaku Kepala PU Papua tahun 2013-2017 dan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Papua tahun 2018-2021.
Baca juga: Jaksa Sebut Ada Penggiringan Opini Seolah Tak Ada Suap dan Gratifikasi dalam Kasus Lukas Enembe
Tujuannya agar mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua tahun anggaran 2013-2022.
Kemudian dalam dakwaan kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar.
Gratifikasi ini diduga berhubungan dengan jabatan Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua periode Tahun 2013-2018.
Uang itu diterima Lukas Enembe pada 12 April 2013 melalui transfer dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua. Uang diterima melalui Imelda Sun.
Oleh karena perbuatannya itu, Lukas Enembe didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).