Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Minta Pemerintah Naikkan Upah Minimum 15 Persen
Presiden Aspek mendesak pemerintah untuk tidak memaksakan penetapan upah minimum tahun 2024 hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2021
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia meminta pemerintah menaikkan upah minimum tahun 2024 sebesar 15 persen.
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat mendesak pemerintah untuk tidak memaksakan penetapan upah minimum tahun 2024 hanya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Baca juga: Apindo Keberatan Upah Buruh Naik 15 Persen Tahun Depan: Nggak Bisa Sama di Semua Daerah
"Menuntut kenaikan upah minimum tahun 2024 sebesar 15 persen," kata Mirah, dalam keterangannya, Kamis (14/9/2023).
Ia juga menuturkan, penetapan upah minimum perlu memperhitungkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi dan juga hasil survei dengan menggunakan 64 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Adapun survei KHL tersebut, kata Mirah, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2020 tenang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 21 tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak.
Mirah kemudian menyoroti pasca adanya PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan dari UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kenaikan upah minimum di Indonesia menjadi sangat kecil dan tidak manusiawi," ucapnya.
Sebab, katanya, berdasarkan PP 36/2021 tersebut Kementerian Ketenagakerjaan mencatat kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2022 hanya naik rata-rata 1,09 persen.
Baca juga: Buka Rapat Young Parlemen AIPA, Puan Soroti Upah Rendah Bagi Pekerja Muda
Sedangkan untuk kenaikan UMP di tahun 2023, Kenterian Ketenagakerjaan justru menerbitkan Permenaker Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimun Tahun 2023.
"Di mana kenaikan UMP dibatasi tidak boleh melebihi 10 persen. Sehingga secara rata-rata, kenaikan UMP tahun 2023 hanya 7,50 persen," kelasnya.
Ia menjelaskan, jika berdasarkan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, kenaikan upah minimum harus dihitung berdasarkan survei KLH.
"Namun pada tahun 2015, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, yang menghilangkan mekanisme survei KHL," kata Mirah.
"Sehingga formula kenaikan upah minimum hanya berdasarkan akumulasi tingkat inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi," sambungnya.
Terlebih, Mirah mengatakan, Presiden Jokowi juga menerbitkan PP Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja, yang kembali mengurangi dasar perhitungan kenaikan upah minimum hanya berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).
"Perubahan formula perhitungan ini, membuktikan Presiden Joko Widodo hanya berpihak pada kepentingan pengusaha dan tunduk pada intervensi kelompok pengusaha," tegas Mirah.