MK Tolak Permohonan SIM Berlaku Seumur Hidup, Hakim Beberkan Dua Alasannya
MK menolak permohonan Arifin Purwanto yang menginginkan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) diubah menjadi seumur hidup.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Arifin Purwanto yang menginginkan masa berlaku Surat Izin Mengemudi (SIM) diubah menjadi seumur hidup.
Arifin diketahui mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), khususnya soal masa belaku SIM.
Surat Izin Mengemudi (SIM) memiliki masa berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang.
Atas uji materiil tersebut, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan, Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo dan Pemohon dinilai memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
Meski demikian, Mahkamah menilai pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum.
"Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya," ujar Anwar, dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 42/PUU-XXI/2023 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (14/9).
"Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ucap Anwar.
Baca juga: Biaya Pembuatan SIM Internasional Tahun 2023, Lengkap Beserta Syarat dan Cara Daftarnya
Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan, KTP elektronik (KTP-el) dan SIM memiliki fungsi yang berbeda sehingga masa berlakunya juga berbeda.
Menurut Enny, KTP-el adalah dokumen kependudukan yang wajib dimiliki semua Warga Negara Indonesia (WNI), sementara SIM adalah dokumen surat izin dalam mengemudikan kendaraan bermotor, yang tidak diwajib dimiliki semua WNI.
Baca juga: Biaya Pembuatan SIM Baru dan Perpanjang, Berikut Syarat Pemohon SIM
"Masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya KTP-el tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemilik KTP-el. Berbeda halnya dengan SIM, dalam penggunaannya SIM sangat dipengaruhi oleh kondisi dan kompetensi seseorang yang berkaitan erat dengan keselamatan dalam berlalu lintas, sehingga diperlukan proses evaluasi dalam penerbitannya," jelas Enny.
Lebih lanjut, Enny mengatakan, sejauh ini, masa berlaku SIM selama lima tahun dinilai cukup beralasan untuk melakukan evaluasi terhadap perubahan yang dapat terjadi pada pemegang SIM.
Tak hanya itu, perpanjangan SIM per lima tahun dinilai sangat fungsional untuk memperbarui data pemegang SIM.
Menurutnya, hal tersebut berguna dalam mendukung kepentingan aparat penegak hukum dalam melakukan penelusuran keberadaan pemegang SIM dan keluarganya apabila terjadi kecelakaan lalu lintas atau terlibat tindak pidana lalu lintas atau tindak pidana pada umumnya.
Oleh sebab itu, Mahkamah menilai dalil pemohon yang menyatakan seharusnya SIM diberlakukan seumur hidup seperti KTP adalah tidak beralasan menurut hukum.
Sebagai informasi, dalam permohonannya, Arifin meminta MK untuk mengubah masa berlaku SIM dari lima tahun dan dapat diperpanjang menjadi seumur hidup.
Hal itu dilakukan Arifin karena ia merasa dirugikan jika harus memperpanjang SIM setelah masa berlakunya habis.
Gerus PNBP
Sementara itu Direktur PNBP Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan jika usulan masa berlaku SIM diubah menjadi seumur hidup, maka hal itu berpotensi menggerus pendapatan negara.
Realiasasi PNBP pelayanan SIM tahun lalu tercatat mencapai sekitar Rp 1,2 triliun pada tahun lalu.
Dari nilai tersebut, 60 persen di antaranya berasal dari layanan perpanjangan SIM.
Jika masa berlaku SIM berlaku seumur hidup, potensi kehilangan PNBP dari layanan SIM mencapai sekitar 60 persen setiap tahunnya.
"Dari data 2022, itu bisa hilang sekitar Rp 650 miliar dalam satu tahun," ujar dia.
Lebih lanjut Wawan menyebutkan, potensi pengurangan PNBP tersebut tentu akan berdampak terhadap operasional Polri.
Sebab, setoran tersebut akan berpengaruh terhadap kas negara, yang nantinya bakal digunakan lagi untuk belanja K/L.
Direktur Jenderal Anggaran Isa Rachmatarwata menjelaskan, pungutan PNBP diperlukan untuk operasional layanan K/L pengelola, termasuk Polri.
Oleh karenanya pungutan PNBP dalam penerbitan SIM diperlukan.
"Pada saat (negara) kita juga masih perlu banyak kebutuhan pembangunan iya kita juga pertimbangkan (PNBP)," ujarnya.
Isa menjelaskan, penerbitan SIM merupakan layanan publik yang dikategorikan sebagai layanan ekstra. Alasannya tidak semua masyarakat bisa memiliki atau menggunakan kendaraan bermotor pribadi.
"Dan orang ini membayar cost mendapatkan kartu SIM itu masih wajar," ucapnya.
(TribunNetwork/ami/kps/wly)