Berkaca Bentrok Rempang, Ganjar Usul Libatkan Karyawan Antropolog-Psikolog hingga Tokoh Masyarakat
Ganjar mengusulkan pelibatan karyawan berlatarbelakang antropolog hingga psikolog dan tokoh masyarakat terkait kasus Rempang.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Bacapres Ganjar Pranowo mengomentari fenomena konflik agraria di Indonesia khususnya konflik yang berujung bentrok antara warga dengan aparat keamanan di Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) saat menjadi pembicara di acara bertajuk Kuliah Kebangsaan FISI UI di Balai Serbaguna Purnomo Prawiro UI, Depok pada Senin (19/9/2023).
Seperti diketahui, warga Rempang menolak untuk direlokasi dan berujung bentrok dengan aparat keamanan buntut adanya proyek Rempang Eco-City.
Awalnya, Ganjar menyoroti terkait proses pembebasan lahan ketika pemerintah pusat tengah ada proyek.
Ia mengatakan bahwa pemerintah daerah hanya melaksanakan saja proyek yang bakal dilakukan oleh pemerintah pusat.
Ganjar mengungkapkan tidak ada upaya dialog dengan warga setempat.
"Dulu, ketika kebijakan pemerintah akan dilakukan dan kemudian pekerjaan harus dilaksanakan, pokoknya iya aja deh. Ini tanahnya nggak ada sertifikatnya, hayo di mana sertifikatnya, belum," tuturnya dikutip dari YouTube FISIP UI.
Baca juga: Pascakisruh Rempang Aparat Bersenjata Lengkap Masih Berkeliaran, Masyarakat Ketakutan
Dengan cara seperti itu, Ganjar pun mengusulkan kepada kementerian terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk tidak hanya merekrut karyawan berlatarbelakang pendidikan insinyur.
Dirinya meminta agar kementerian terkait turut merekrut karyawan dengan latarbelakang ilmu humaniora seperti antropologi hingga psikolog.
Hal ini, sambungnya, perlu dilakukan agar dapat terjadi dialog sehingga warga memahami.
Namun, jika tidak dilakukan, Ganjar menilai pemerintah hanya mencari mudahnya saja dengan menggunakan landasan hukum untuk pembebasan lahan lantaran enggan untuk berdialog dengan warga setempat.
"Saya sampaikan kepada Menteri PU atau Menteri Investasi, coba Anda rekrut karyawan yang tidak semua insinyur. Tolonglah antropolog, tolonglah sosiolog, tolonglah psikolog agar kemudian tahu menjelaskan terlebih dahulu (kepada warga)," ujarnya.
"Dan kadang-kadang pemerintah tidak mau, capek menjelaskan udahlah pakai Undang-Undang Pengadaan Tanah saja, jadi jegleg. Begitu (warga) nggak mau, hukumnya nggak jalan. Ketika hukumnya nggak jalan, tampilannya kekerasan," sambung Ganjar.
Selain itu, Ganjar menilai dalam pembebasan lahan, perlu juga pelibatan tokoh masyarakat setempat maupun tokoh agama.
Dia mengatakan cara seperti ini sering dilupakan pemerintah.
"Tomas-toga tokoh masyarakat-tokoh agama yang jauh dia sangat bisa dipercaya. Uniqueness ini sering kali tidak dilihat oleh pemerintah seolah hanya bisa dilakukan lewat pintu depan," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.