Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gubernur Lemhanas: Data Intelijen Tak Bisa Dipakai Operasi Politik, Belajar dari Skandal Watergate

Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku memiliki data intelijen terkait dengan parpol.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Gubernur Lemhanas: Data Intelijen Tak Bisa Dipakai Operasi Politik, Belajar dari Skandal Watergate
HANDOUT
Gubernur Lemhanas Andi Widjajanto menjadi pembicara utama dalam acara Menangkal Disinformasi Informasi di Tahun Politik yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation, Lembaga Ketahanan Nasional dan Katadata di Jakarta, Kamis (4/5/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengaku memiliki data intelijen terkait dengan Partai Politik.

Andi mengatakan dalam Undang-Undang (UU) Intelijen, Presiden adalah pengguna (end user) data intelijen.

Menurutnya, Presiden Jokowi tahu persis batas-batas demokratik yang harus digarisbawahi dan harus dibuat pada saat menerima laporan-laporan intelijen tersebut.

Hal tersebut disampaikannya saat Konferensi Pers Gubernur Lemhannas RI Tahun 2023: "Menuju Kematangan Demokrasi Indonesia" di kantor Lemhannas RI Jakarta pada Senin (18/9/2023).

"Saya rasa Presiden Jokowi tahu persis batasan demokratis untuk menggunakan data-data intel tersebut," kata Andi.

"Tentunya data-data intel tidak bisa digunakan untuk melakukan operasi-operasi politik. Kita bisa belajar dari Skandal Watergate-nya Nixon ya misalnya, di Amerika Serikat. Ketika Nixon menggunakan aparat keamanan intelijennya demi kepentingan politik pribadinya, kepentingan politik dari parpolnya," sambung dia.

Berita Rekomendasi

Sekadar informasi, Skandal Watergate mengacu pada serangkaian peristiwa yang berujung pada pengunduran diri Presiden AS Richard Nixon pada tahun 1974.

Selain itu, menurutnya operasi-operasi intelijen tidak bisa berubah menjadi operasi-operasi politik ketika Indonesia tengah berusaha menguatkan sistem demokrasi menuju fase konsolidasi dan kematangan demokrasi seperti saat ini.

Ia pun mengatakan, Presiden Jokowi telah memberi pesan terkait profesionalitas dan netralitaa dalam kerangka demokratisasi.

"Pak Jokowi memberi pesan kepada kami di lembaga-lembaga agar profesionalitas, netralitas dalam kerangka reformasi keamanan, dalam kerangka demokratisasi, selalu menjadi pesan-pesan utama beliau," kata dia.

Presiden Joko Widodo, diberitakan sebelumnya, mengaku telah mengetahui apa yang diinginkan oleh partai-partai politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.


Hal tersebut ia sampaikan di hadapan relawan pendukungnya saat membuka Rapat Kerja Nasional Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Hotel Salak, Bogor pafa Sabtu (16/9/2023).

"Saya tahu dalamnya partai seperti apa saya tahu, partai-partai seperti apa saya tahu. Ingin mereka menuju ke mana juga saya ngerti," kata Jokowi dikutip dari YouTube Kompas TV.

Jokowi tidak membeberkan informasi apa yang ia ketahui dari partai-partai politik tersebut.

Baca juga: Dugaan Cawe-Cawe Amerika Serikat Dalam Pemilu 2024 Disebut Dilakukan Lebih Halus

Ia hanya menjelaskan bahwa informasi itu didapatkannya dari aparat intelijen baik itu Badan Intelijen Negara (BIN), Polri, maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI).

"Dan informasi-informasi di luar itu, angka, data, survei, semuanya ada, dan itu hanya miliknya presiden karena dia langsung ke saya," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas