Tata Kelola Pertanahan Berkelanjutan Membutuhkan Kelembagaan Responsif
Dalu Agung Darmawan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dan berhak menyandang gelar doktor.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Tata kelola pertanahan berkelanjutan (sustainable land governance/SLG) hanya bisa dipenuhi jika tantangan strategis yang muncul dapat direspon dengan inovasi kelembagaan agraria/pertanahan dan tata ruang yang responsif, adaptif dan kontekstual.
Demikian ‘benang merah’ paparan kandidat doktor Dalu Agung Darmawan, Dirjen Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, saat menjalani sidang promosi doktor di kampus SB-IPB University, Bogor, Rabu (27/9/2023).
Dalam ujian doktor yang dipimpin Prof. Azam Noer Achsani dengan anggota Sutaryono dan Prof. Budi Mulyanto tersebut, mantan Kepala Kanwil ATR-BPN Jawa Barat itu dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude dan berhak menyandang gelar doktor.
Baca juga: Sidang Promosi Doktor Ilmu Hukum, Darmadi Durianto Raih Predikat Cum Laude
Untuk keperluan promosi doktor ini, Dalu Agung dibimbing Prof Endriatmo Sutarto, Anggraini Sukmawati dan Yudha Heryawan Asnawi. Disertasi Dalu Agung berjudul “Penataan Ulang Kelembagaan dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang”.
Dalu Agung memaparkan bahwa kelembagaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dinilai masih belum mengoreksi masalah mendasar kebutuhan tata kelembagaan agraria, pertanahan dan tata ruang, serta belum memenuhi prinsip SLG dan cita-cita reforma agraria secara substantif.
Dia lalu mengemukakan strategi kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah kelembagaan agraria, pertanahan dan tata ruang serta konflik agraria yang terjadi dalam mewujudkan tata kelola pertanahan yang berkelanjutan atau SLG.
“Praktik SLG hanya bisa dipenuhi jika tantangan strategis internal dan eksternal yang hadir dapat direspon dengan inovasi kelembagaan agraria/pertanahan dan tata ruang yang responsif, adaptif dan kontekstual,” jelasnya.
Mekanisme Demokratis
Untuk menghadirkan inovasi kelembagaan agraria/pertanahan dan tata ruang yang responsif, adaptif dan kontekstual tersebut, Dalu Agung menyebutkan perlunya suatu mekanisme politik yang lebih demokratis dalam pemilihan pemimpin politik yang selaras dengan kebutuhan dan kewenangan kelembagaan yang diperlukan.
Selain itu, perlu adanya kelompok penekan dari masyarakat sipil dan akademisi sebagai critical collaboration partner bagi pemerintah untuk memastikan political will pemerintah semakin kuat di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
Baca juga: Disertasi tentang PPHN, Bamsoet Jalani Sidang Terbuka Promosi Doktor di UNPAD Bandung
Pada bagian lain, Dalu Agung mengungkapkan bahwa berdasarkan kondisi sejarah kelembagaan dan kebijakan agraria/pertanahan dari masa pra kemerdekaan sampai dengan pasca-reformasi menunjukkan perubahan kelembagaan dan kebijakan yang sangat dinamis.
Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan suatu upaya agar hal tersebut dapat terdokumentasi dengan baik yang salah satunya berupa museum agraria.
Karena itu, Dalu Agung menyebutkan pentingnya suatu refleksi dan keseriusan untuk mengoreksi setiap kebijakan agraria/pertanahan dan tata ruang yang tidak peka resolusi konflik agraria dalam rangka menegakkan kembali semangat reforma agraria sebagai tujuan akhir kebijakan agraria.