5 Pimpinan Inti G30S 1965 dan Perannya, Terdiri dari 3 Militer dan 2 Anggota PKI
Berikut ini 5 tokoh pimpinan inti G30S 1965 dan perannya. Pimpinan inti G30S terdiri dari 3 tokoh militer, 2 warga sipil dari Biro Khusus PKI.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Lima tokoh pimpinan inti dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terdiri dari tiga militer dan dua sipil.
Dari lima pimpinan inti G30S 1965, semua dinyatakan terbukti berkhianat, dijatuhi hukuman mati, dan dieksekusi oleh regu tembak kecuali Kolonel Abdul Latief.
Lima pimpinan G30S 1965 bertugas mengorganisir upaya kudeta di Jakarta, menurut buku Dalih Pembunuhan Massal, sebuah penelitian oleh John Rossa.
Sementara itu, G30S 1965 juga beroperasi di beberapa daerah, termasuk Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Enam jenderal dan satu Lettu meninggal dunia dalam peristiwa G30S 1965.
Selengkapnya, berikut ini profil lima tokoh pimpinan G30S, dikutip dari berbagai sumber.
Baca juga: Riwayat DN Aidit, Dieksekusi Mati Pasca-Tragedi G30S 1965
1. Letkol Untung
Letkol Untung adalah personel militer dalam pimpinan G30S yang berasal dari pasukan kawal kepresidenan.
Dalam siaran radio pada 1 Oktober 1965, disebutkan nama Letkol Untung sebagai pemimpin G30S.
Ia adalah komandan Batalyon I pasukan Cakrabirawa yang melakukan operasi G30S.
Letkol Untung lahir pada 3 Juli 1926 di Desa Sruni, Kedungbajul, Kebumen.
Setelah lulus dari Akmil, Letkol Untung menjadi Komandan Batalyon 454/banteng Raiders di Srondol, Semarang.
Kariernya semakin naik ketika ditarik dalam pasukan pengaman Presiden yang bernama Pasukan Carkrabirawa.
Peran Letkol Untung dalam peristiwa G30S adalah mengorganisir Pasukan Cakrabirawa di Lubang Buaya pada 30 September 1965 malam.
Letkol Untung dan Kolonel Latief berada di rumah Mayor Soejono di pangkalan udara Halim pada 1 Oktober 1965, terpisah dengan Sjam, Pono dan DN Aidit.
Dalam personil pasukan G30S di Lapangan Merdeka, Letkol Untung mengerahkan satu kompi pasukan kawal presiden.
Baca juga: Fakta-fakta Lubang Buaya, Lokasi Eksekusi Mati dan Pembuangan Jasad 7 Korban G30S
2. Kolonel Abdul Latief
Kolonel Abdul Latief lahir pada 27 Juli 1926 di Surabaya, Jawa Timur.
Kolonel Abdul Latief berasal dari garnisun Angkatan Darat Jakarta (Kodam Jaya).
Menurut buku Dalih Pembunuhan Massal, Kolonel Abdul Latief mendapat bocoran tentang G30S beberapa hari sebelum peristiwa itu terjadi.
Kolonel Abdul Latief melaporkan hal itu kepada Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, namun diabaikan oleh Soeharto.
Kolonel Abdul Latief mengerahkan dua peleton dari garnisun Angkatan Darat Jakarta di Lapangan Merdeka saat peristiwa G30S pada 1 Oktober 1965.
Ia termasuk dalam pimpinan inti G30S dan satu-satunya di antara kelimanya yang tidak dieksekusi mati.
Pada tahun 1978, Kolonel Abdul Latief diadili dan dibebaskan pada 6 Desember 1998.
3. Mayor Soejono
Mayor Soejono adalah penjaga pangkalan udara Halim.
Ia mengerahkan satu batalyon pasukan Angkatan Udara di Lapangan Merdeka.
Peran Mayor Soejono adalah menyediakan tempat persembunyian bagi pimpinan G30S di Halim.
Ia mengeluarkan perintah kepada anak buahnya selagi ia mengatur tempat persembunyian, makan, dan kendaraan pimpinan G30S.
Semua fasilitas yang mereka gunakan di dalam dan sekitar pangkalan Halim, termasuk Penas, Lubang Buaya, dua rumah, senjata AURI, dan truk-truk, sepertinya disediakan oleh Soejono sendiri.
Selama peristiwa G30S, Mayor Soejono dan Sjam beberapa kali pergi ke persembunyian DN Aidit untuk berkonsultasi.
4. Sjam Kamaruzaman
Baca juga: 7 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S
Sjam Kamaruzaman (Syam Kamaruzaman) merupakan Kepala Biro Khusus Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sjam lahir di Tuban Jawa Timur pada 1924.
Karier politiknya dimulai ketika ia dikirim ke Jakarta oleh Partai Sosialis pada tahun 1947, untuk menyelundupkan perbekalan ke Jogja, yang saat itu menjadi Ibu Kota Indonesia.
Setelah belajar Marxisme-Leninisme, Sjam bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1949.
Sjam, Pono, asisten Sjam, Bono, Wandi dan Hamim diangkat menjadi kepala Biro Khusus PKI pada tahun 1964.
Biro Khusus PKI bertugas menghubungi militer dan Ketua Umum PKI, DN Aidit untuk bertukar informasi secara rahasia.
5. Pono
Tidak banyak yang diketahui dari Pono, tokoh pimpinan G30s yang merupakan anggota Biro Khusus PKI.
Sama seperti Sjam, Pono juga berasal dari kawasan pantura Jawa.
Bedanya, Sjam adalah keturunan pedagang Arab yang bermukim di pantura Jawa.
Sedangkan Pono merupakan keturunan orang Jawa.
Hal ini terlihat dari nama lengkapnya, Supono Marsudidjojo.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)(TribunnewsWiki.com/Bangkit N)(Surya.co.id/Putra Dewangga Candra Seta)
Artikel lain terkait G30S
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.