Soal Relokasi Warga Rempang, Menko Luhut Akui Saat Awal Ada Sedikit yang Tidak Pas
Luhut mengakui jika di awal proses relokasi warga Pulau Repang ini pemerintah membuat kesalahan atau terdapat kekurangan.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan soal relokasi warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau saat ini masih berproses.
Menurut Luhut, dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) tengah diurus dan telah disetujui.
Baca juga: Warga Rempang Tetap Akan Direlokasi, Luhut: Nggak Ada Target!
“Kan sekarang semua sedang berproses nggak ada masalah,” ungkapnya kepada Tribun Network usai peluncuran buku Luhut Binsar Pandjaitan Menurut Kita-Kita di Gramedia Matraman, Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Pria yang akrab disapa Opung itu mengatakan tidak ada tenggat waktu tertentu untuk memindahkan warga rempang yang akan dijadikan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Luhut menyebut polemik pemindahan warga Rempang tidak perlu dibesar-besarkan sebab telah dilakukan berdasarkan ketentuan.
“Nggak ada target-targetan,” tegas dia.
Baca juga: Walhi Riau Sebut Rencana Investasi di Pulau Rempang Sudah Disetujui Pemko Batam Sejak Tahun 2004
Luhut mengatakan polemik di Rempang hingga kini sudah ditangani dengan baik.
"Ya saya kira Rempang sudah ditangani dengan baik sekarang, mungkin awal kita membuat sedikit ketidakpasan, tapi niatnya saya kira semua baik" ujar dia.
"Sekarang tim yang ada di lapangan sudah menangani dengan baik," imbuh Luhut.
Luhut mengakui jika di awal proses relokasi ini pemerintah membuat kesalahan atau terdapat kekurangan.
Ia mengangga hal ini wajar sehingga meminta kasus Rempang tak dibesar-besarkan.
"Tidak perlu kita membesar-besarkan kalau ada yang kurang sana-sini kan bisa saja kita awal membuat salah atau kurang, sekarang penanganannya sudah terarah dengan baik," jelasnya.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut batas akhir pengosongan masyarakat di Pulau Rempang diberikan lebih dari tanggal 28 September 2023.
"Yang jelas menyangkut waktu apakah sampai tanggal 28 September? Tidak. Kita kasih waktu lebih dari itu," kata Bahlil
Dia menyatakan bahwa pemerintah memiliki batasan waktu yang sesuai dengan perencanaan.
"Kita juga harus ada batasan, kita cari titik tengah yang baik supaya saudara kita bergeser dengan baik. Tapi juga usahanya dari investor bisa kita lakukan juga sesuai dengan apa yang menjadi perencanaan," jelasnya.
Baca juga: Menko Luhut soal Kasus Rempang: Sudah Ditangani secara Terarah dan Baik Sekali
Bahlil berharap nantinya dalam proses pergeseran rumah itu masyarakat mendapat uang sebesar Rp 1,2 juta per orang.
Serta, pemerintah juga memberikan dana Rp 1,2 juta untuk satu Kepala Keluarga (KK).
"Menyangkut mereka bergeser rumahnya belum jadi itu dapat Rp 1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah Rp 1,2 juta. Kalau satu KK 4 orang Rp 4,8 juta sudah diatas UMR. Ditambah Rp 1,2 juta semuanya Rp 6 juta plus uang sewa rumah," ungkapnya.
Sosialisasi Hak Masyarakat
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam M Rudi mengatakan, saat ini tim pendataan BP Batam masih fokus untuk menyosialisasi hak-hak masyarakat yang bakal direlokasi.
"Saya tegaskan, 28 September 2023 bukan batas akhir pendaftaran apalagi relokasi," kata Rudi.
"Tenggang waktu 28 September 2023 mendatang bukan batas akhir. Kami berharap, proses pergeseran warga terselesaikan dengan baik dan lebih cepat. Namun, tidak ada paksaan atau intimidasi,” ujar Rudi.
Rudi memastikan pihaknya bakal mengutamakan pendekatan humanis dan komunikasi persuasif selama proses berlangsung.
Rudi mengeklaim hingga 23 September 2023, ada lebih dari 200 kepala keluarga yang sudah sepakat untuk direlokasi ke hunian sementara.
"Sedangkan lebih dari 400 kepala keluarga telah melakukan konsultasi kepada tim satuan tugas Rempang Eco City yang berada di tiga posko berbeda,” jelas Rudi.
“Saya ingin tim mengutamakan pendekatan humanis. Sekali lagi saya katakan, saya tidak mau ada paksaan atau intimidasi terhadap warga saya di Rempang," tegas Rudi.
Bagi warga yang ingin mendaftar, cukup melengkapi beberapa persyaratan.
Seperti membawa fotokopi KTP suami dan istri, fotokopi KK, surat penguasaan tanah selama 10 tahun secara terus-menerus, foto bangunan empat sisi, buku tabungan, dan memberitahu titik (koordinat) lokasi rumah.
“Sekali lagi kami pastikan tidak ada intervensi kepada masyarakat, dan yakinlah pemerintah tak akan pernah menyengsarakan masyarakatnya sendiri,” ujar Rudi.
Terlepas dari konflik, Pulau Rempang sudah diminati investor asal Tiongkok yang akan masuk ke proyek Eco-City.
Dikutip dari laman Kementerian Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tahap awal kawasan itu sudah diminati oleh perusahaan asal China, Xinyi Glass atau Xinyi Group.
Perusahaan kaca yang disebut terbesar di dunia itu rencanaya akan berinvestasi senilai 11,5 miliar Dollar AS atau setara Rp 174 triliun sampai dengan 2080.
Rencana itu sudah berbuah dalam dokumen kerja sama yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dengan China di Chendu pada 28 Juli 2023 lalu. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.