Kala Megawati Sebut Dirinya dan Jokowi Sama-sama Petugas Partai, Sudah Diatur dalam AD/ART PDIP
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengaku dilabeli sombong setelah menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai petugas partai.
Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri, menjawab polemik soal narasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai petugas partai.
Tak hanya Jokowi, Megawati turut melabeli diri sebagai petugas partai dalam acara penutupan Rakernas IV PDIP, di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (1/10/2023).
Menurut Megawati, sebutan petugas partai telah diatur dala Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDIP.
"Saya itu sampai bingung, saya bilang Pak Jokowi petugas partai, kader, saya diomongkan terlalu sombong," ucap Megawati, dikutip dari kanal YouTube tvOneNews, Senin (2/10/2023).
"Itu adalah AD/ART di Partai kita, saya pun petugas partai loh."
Baca juga: Usai Rakernas IV PDIP, Megawati ke Kuala Lumpur untuk Terima Gelar HC Ke-10 di Malaysia
Megawati menerangkan, sebutan tersebut ditujukan untuk kader partai yang diberi tanggungjawab oleh PDIP.
Karena itu, sebagai ketum PDIP, Megawati turut melabeli dirinya sebagai petugas partai.
"Ditugasi oleh kongres partai untuk menjadi, dipilih oleh kalian untuk bertanggungjawab sebagai ketua umum," ujar Megawati.
"Saya pun kader, enggak mungkin orang lain tiba-tiba menjadi ketua umum, karena terus siapa yang mau milih kalau orang luar yang dipilih? Itu melanggar AD/ART."
Lebih lanjut, Megawati pun menjelaskan peran partai di balik terpilihnya Jokowi sebagai presiden.
Ia mengatakan, seorang presiden tidak akan terpilih jika tak didukung partai politik.
Baca juga: Megawati Ungkap Perasaannya ketika Isu Ganjar Cawapres Prabowo Mencuat, Yakin Ganjar Presiden 2024
"Kok kita enggak diberi kesempatan untuk menerangkan hal ini, jadi sering kontradiktif," ucap Megawati.
"Ada yang mengatakan presiden dipilih rakyat, iya betul tapi kalau enggak ada organisasi politik yang memberikan nama, mekanismenya memang begitu untuk dipilih."
"Sekarang calon (presiden) ada tiga, itu kan diberi nama partai lain-lain. Jadi harus ditata pikiran kita bahwa itu bukan sebuah hal yang benar," tandasnya.