Tolak Gugatan, MK Sebut Terbitnya Perppu Cipta Kerja Penuhi Syarat Kegentingan Memaksa
Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) disebut Mahkamah Konstitusi (MK) memenuhi unsur kegentingan yang memaksa.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) disebut Mahkamah Konstitusi (MK) memenuhi unsur kegentingan yang memaksa.
Untuk diketahui dalam sidang putusan terhadap gugatan terkait UU Ciptaker ini, para pemohon mendalilkan pembentukan Perppu itu tidak sah karena tak ada kegentingan yang memaksa, tidak beralasan menurut hukum.
Namun, majelis hakim setuju begitu saja terhadap keterangan ahli presiden dalam persidangan pada 23 Agustus 2023 dan secara tertulis.
Disampaikan hakim konstitusi Daniel Yusmic Foekh pertimbangan presiden untuk mengambil langkah dengan menetapkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dilakukan terlebih dahulu untuk merevisi UU Nomor 11 Tahun 2020 adalah karena terjadinya krisis global yang berpotensi berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia akibat situasi geopolitik yang tidak menentu.
Baca juga: Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan UU Cipta Kerja, KSPSI: Menyakiti Hati Buruh
"Dikarenakan (salah satunya faktor pemicu), adanya Perang Rusia-Ukraina serta ditambah situasi (pasca) krisis ekonomi yang terjadi karena adanya pandemi Covid-19 yang menerpa dunia termasuk Indonesia dan tidak diketahui kapan berakhirnya," ujar Daniel saat membacakan pertimbangan putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Senin (2/10/2023).
Daniel melanjutkan, menurut Istana, di dalam kondisi seperti itu pemerintah tetap harus mempertahankan performa perekonomian negara agar tidak jatuh sebagaimana negara-negara lainnya.
"Sehingga perlu bauran kebijakan yang antisipatif dan solutif sekaligus memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2020," ujarnya.
Baca juga: MK Tolak Uji Formil UU Cipta Kerja, Ini Pasal-pasal yang Dianggap Bermasalah oleh Buruh
MK juga mengamini, presiden dalam mengundangkan perppu, harus memperhatikan syarat konstitusional soal kegentingan yang memaksa.
MK menjelaskan, meski presiden memiliki kewenangan konstitusional untuk menilai secara subjektif apa yang dimaksud dengan kegentingan yang memaksa, namun perdebatan itu selesai setelah DPR RI menetapkan Perppu Ciptaker sebagai Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023.
"Persetujuan DPR tersebut adalah dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan sebagai wujud pelaksanaan prinsip checks and balances," kata Daniel.
"Sehingga, ruang penilaian terhadap parameter kegentingan yang memaksa hanya ada di DPR dan telah selesai ketika DPR memberikan persetujuannya," tandasnya.
Seandainya pun MK diberi kesempatan menilai, kata Daniel, Mahkamah juga menganggap proses terbitnya Perppu Ciptaker telah memenuhi syarat kegentingan yang memaksa
Sebagai informasi dalam sidang putusan hari ini terdapat lima gugatan terkait UU Nomor 6 Tahun 2023 yang ditolak oleh MK, yakni perkara nomor 40, 41, 46, 50, dan 54/PUU-XXI/2023.