Anggota Komisi VI DPR: Praktik Predatory Pricing Membuat Pasar Tidak Kondusif
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengaku mendapatkan informasi dari para pelaku UMKM bahwa ada sejumlah produsen atau pabrik
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengaku mendapatkan informasi dari para pelaku UMKM bahwa ada sejumlah produsen atau pabrik yang bekerja sama dengan e-commerce melakukan praktik predatory pricing (merusak harga pasar) dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
"Tentu saja praktik predatory pricing semacam ini bisa membuat pasar tidak kondusif. Praktik predatory pricing itu juga mengindikasikan adanya dugaan persekongkolan yang cukup kuat antara produsen dengan e-commerce selaku pemilik platform digital," kata Darmadi kepada wartawan, Kamis (5/10/2023).
Selain itu, lanjut Bendahara Megawati Institute itu, praktik semacam itu juga bisa berefek negatif terhadap kegiatan usaha UMKM.
"Jelas praktik predatory pricing bisa mematikan pelaku usaha UMKM kita. Bayangkan berapa banyak karyawan yang akan di PHK. Dalam persaingan yang tidak sehat ini banyak efek yang ditimbulkan, dari rantai distribusi yang tidak tercipta sehingga mengganggu ekosistem perekonomian. Praktik ini mereka samarkan dengan berkedok menggunakan berbagai program sales promotion dan bebas ongkir," tutur Politikus PDIP itu.
Guna menghentikan praktik semacam ini, Darmadi pun mendesak pemerintah agar melakukan pengawasan dan penertiban secara tegas layaknya dilakukan terhadap TikTok cs baru-baru ini.
"Pemerintah harus awasi ketat dan tertibkan praktik semacam ini. Kemendag harus bertindak dan KPPU juga harus segera melakukan investigasi. Bila perlu buat aturan larangan layaknya terhadap TikTok cs kemarin. Pemerintah jangan biarkan praktik usaha semacam ini karena negara kita tidak menganut konsep ekonomi pasar bebas. Mereka disokong kekuatan kapital yang tak terbatas, jelas UMKM kita nggak akan mampu bersaing dengan mereka," ujarnya.
Darmadi menyarankan, agar praktik predatory pricing tidak terjadi lagi ke depannya, maka pemerintah harus membuat pengaturan terkait batas atas subsidi maupun skema discount.
"Pemerintah harus buat aturan di mana produsen tidak boleh subsidi lebih dari 2,5 persen, sebab dengan adanya subsidi melebihi prosentase itu banyak para pelaku UMKM elektronik mengeluh, toko-toko kecil elektronik banyak mengeluh karena pabrik jual langsung ke konsumen. Pun dengan diskon platform juga sebaiknya diatur pemerintah layaknya atur bunga bank," ucapnya.
Darmadi mengungkapkan, praktik predatory pricing banyak terjadi di sektor pasar elektronik. "Praktik predatory pricing di e-commerce paling banyak terjadi di bidang elektronik karena nilainya besar," katanya.
Masih kata Darmadi, ia kembali menegaskan, prinsip kegotongroyongan dalam menjalankan perekonomian harus dijadikan alat ukur utama oleh bangsa dan negara ini.
Baca juga: Menteri Teten: Jangan Dipelintir ya Seolah-olah Pemerintah Mau Bunuh Bisnisnya TikTok
"Bukan malah menciptakan gap (jarak). Jangan biarkan kapitalisme tumbuh subur di negeri ini karena selain merusak, prinsip ekonomi kapitalisme juga seolah meludahi independensi negara sebagai pengatur tata kelola perekonomian yang bernafaskan prinsip ekonomi Pancasila," ujarnya.